Jumat, 14 Juni 2013

MAKALAH ULUMUL QUR'AN

BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Al-qur’an adalah kalammullah yang diturunkan kepada nabi muhammad lewat perantara malaikat Jibril sebagai mu’jizat. Al-Qur’an adalah sumber ilmu bagi kaum muslimin yang merupakan dasar-dasar hukum yang mencakup segala hal, baik aqidah, ibadah, etika, mu’amalah dan sebagainya.

َنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَـبَ تِبْيَانًا لِّكُلِّ شَىْءٍ وَهَدَى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ
“Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (Q.S.An-Nahl 89).
Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab. Karena itu, ada anggapan bahwa setiap orang yang mengerti bahasa Arab dapat mengerti isi Al-qur’an. Lebih dari itu, ada orang yang merasa telah dapat memahami dan menafsirkan Al-qur’an dengan bantuan terjemahnya sekalipun tidak mengerti bahasa Arab. Padahal orang Arab sendiri banyak yang tidak mengerti kandungan Al-Qur’an. Bahkan di antara para sahabat dan tabi’in ada yang salah memahami Al-Qur’an karena tidak memiliki kemampuan untuk memahaminya. Oleh karena itu, untuk dapat mengetahui isi kandungan Al-Qur’an diperlukanlah sebuah ilmu yang mempelajari bagaimana, tata cara menafsiri Al-Qur’an. Yaitu Ulumul Qur’an atau Ulum at tafsir.
Ulumul Qur’an merupakan suatu ilmu yang mempunyai ruang lingkup pembahasan yang luas. Ulumul Qur’an  meliputi semua ilmu yang ada kaitanya dengan Al-Qur’an, baik berupa ilmu-ilmu agama, seperti ilmu tafsir maupun ilmu-ilmu bahasa Arab, seperti ilmu balaghah dan ilmu I’rab al-Qur’an.
Disamping itu, masih banyak lagi ilmu-ilmu yang tercakup di dalamnya. Dalam kitab Al- Itqan, Assyuyuthi menguraikan sebanyak 80 cabang ilmu. Dari tiap-tiap cabang terdapat beberapa macam cabang ilmu lagi. Kemudian dia mengutip Abu Bakar Ibnu al_Araby yang mengatakan bahwa ulumul qur’an terdiri dari 77450 ilmu. Hal ini didasarkan kepada jumlah kata yang terdapat dalam al-qur’an dengan dikalikan empat. Sebab, setiap kata dalam al-Qur’an mengandung makna Dzohir, batin, terbatas, dan tidak terbatas. Perhitungan ini masih dilihat dari sudut mufrodatnya. Adapun jika dilihat dari sudut hubungan kalimat-kalimatnya, maka jumlahnya menjadi tidak terhitung.
 Olehnya itu di dalam makalah ini akan membahas defenisi ulumul quran, ruang lingkup ulumul Al-Quran, Sejarah pertumbuhan dan perkembangannya, hikmah diturunkannya Al-Qur’an secara berangsur-angsur, sejarah turunnya Al-Qur’an dan penulisan Al-Qurán rasm Al-Qur’an, muhkam dan mutasyabih, qira’ah Al-Qur’an,  Asbabun Nuzul, Munasabah Al-Qur’an, Makkiyah dan Madaniyah,  dan defenisi I’jaz Al-Quran.
B.   Rumusan Masalah
1.      Apakah defenisi dari Ulumul Quran?
2.      Bagaimana ruang lingkup dari Ulumul Quran?
3.      Bagaimana sejarah pertumbuhan dan perkembangan Ulumul Quran?
4.      Apa hikmah diturunkannya Alquran secara berangsur-angsur?
5.      Apa yang dimaksud dengan Rasm Al Quran?
6.      Apa yang dimaksud dengan ayat-ayat Muhkam dan Mutasyahbih dalam Al Quran?
7.      Apa yg dimaksud dengan qiraah dalam Al Quran?
8.      Apakah Asbabun Nuzul diturunkannya Al Quran?
9.      Apa yang dimaksud dengan ayat-ayat Makiah dan Madaniah?
10.  Apakah yang dimaksud dengan I’Jaz dalam Al quran?
C.   Tujuan
1.     Untuk menjelaskan defenisi dari Ulumul Quran.
2.    Untuk mengetahui ruang lingkup dari Ulumul Quran.
3.    Untuk mengetahui sejarah pertumbuhan dan perkembangan Ulumul Quran.
4.    Untuk mengetahui hikmah diturunkannya Alquran secara berangsur-angsur.
5.    Untuk dapat menjelaskan defenisi Rasm Al Quran!
6.    Untuk menjelaskan dengan ayat-ayat Muhkam dan Mutasyahbih dalam Al Quran!
7.    Untuk melaskan qiraah dalam Al Quran.
8.    Untuk mengetahui Asbabun Nuzul diturunkannya Al Quran!
9.    Untuk menjelaskan  ayat-ayat Makiah dan Madaniah!
10.                        Untuk menjelaskan pengertian I’Jaz dalam Al quran!

BAB II
PEMBAHASAN

A.     Pengertian  Ulumul  Qur’an
Ungkapan ulumul qur’an berasal dari bahasa arab yaitu dari kata ulum dan al-qur’an. Kata ulum jamak dari ilmu dan al-qur’an. Menurut Abu syahbah ulumul qur’an adalah sebuah ilmu yang memiliki banyak objek pembahasan yang berhubungan dengan al-qur’an,mulai dari proses penurunan, urutan penulisan,kodifikasi,cara pembaca,penafsiran,nasikh mansukh,muhkam mutashabih serta pembahasan lainnya.
 Ulumul Qur’an Secara etimologi, kata Ulumul Qur’an berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua kata, yaitu “ulum” dan “Al-Qur’an”. Kata ulum adalah bentuk jama’ dari kata “ilmu” yang berarti ilmu-ilmu. Kata ulum yang disandarkan kepada kata Al-Qur’an telah memberikan pengertian bahwa ilmu ini merupakan kumpulan sejumlah ilmu yang berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari segi keberadaanya sebagai Al-Qur’an maupun dari segi pemahaman terhadap petunjuk yang terkandung di dalamnya. Dengan demikian, ilmu tafsir, ilmu qira’at, ilmu rasmil Qur’an, ilmu I’jazil Qur’an, ilmu asbabun nuzul, dan ilmu-ilmu yang ada kaitanya dengan Al-Qur’an menjadi bagian dari ulumul  Qur’an. Sedangkan menurut terminologi terdapat berbagai definisi yang dimaksud dengan ulumul Qur’an diantara lain : Assuyuthi dalam kitab itmamu al-Dirayah mengatakan :
علم يبحث فيه عن احوال الكتاب العزيز من  جهة نزوله وسنده وادابه والفاظه ومعانيه المتعلقة بالاحكام وغير ذالكّ
        Artinya:
“Ilmu yang membahas tentang keadaan Al-Qur’an dari segi turunya, sanadnya, adabnya makna-maknanya, baik yang berhubungan lafadz-lafadznya maupun yang berhubungan dengan hukum-hukumnya, dan sebagainya”.
Al-Zarqany memberikan definisi sebagai berikut:

مباحث تتعلّق بالقران الكريم من ناحية نزوله وترتيبه وجمعه وكابته وقراءته وتفسيره واعجازه وناسخه ومنسوخه ودفع   الشّبه عنه ونحو ذالك
“Beberapa pembahasan yang berhubungan dengan Al-Qur’an Al-Karim dari segi turunya, urutanya, pengumpulanya, penulisanya, bacaanya, penafsiranya, kemu’jizatanya, nasikh mansukhnya, penolakan hal-hal yang bisa menimbulkan keraguan terhadapnya, dan sebagainya”.
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa ulumul qur’an adalah ilmu yang membahas hal-hal yang berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari aspek keberadaanya sebagai Al-Qur’an maupun aspek pemahaman kandunganya sebagai pedoman dan petunjuk bagi manusia atau ilmu-ilmu yang berhubungan dengan berbagai aspek yang terkait dengan keperluan membahas al-Qur’an.
B.  Ruang Lingkup Ulumul Qur’an
Al-qur’an adalah kalammullah yang diturunkan kepada nabi muhammad lewat perantara malaikat Jibril sebagai mu’jizat. Al-Qur’an adalah sumber ilmu bagi kaum muslimin yang merupakan dasar-dasar hukum yang mencakup segala hal, baik aqidah, ibadah, etika, mu’amalah dan sebagainya.
وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَـبَ تِبْيَانًا لِّكُلِّ شَىْءٍ وَهَدَى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ
“Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (Q.S.An-Nahl 89).
Mempelajari isi Al-qur’an akan menambah perbendaharaan baru, memperluas pandangan dan pengetahuan, meningkatkan perspektif baru dan selalu menemui hal-hal yang selalu baru. Lebih jauh lagi, kita akan lebih yakin akan keunikan isinya yang menunjukan Maha Besarnya Allah sebagai penciptanya.Firman Allah :

وَلَقَدْ جِئْنَـهُمْ بِكِتَـبٍ فَصَّلْنَـهُ عَلَى عِلْمٍ هُدًى وَرَحْمَةً لِّقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
Dan sesungguhnya Kami telah mendatangkan sebuah Kitab (Al Quran) kepada mereka yang Kami telah menjelaskannya atas dasar pengetahuan Kami; menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.(Q.S.Al-A’raf 52)

Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab. Karena itu, ada anggapan bahwa setiap orang yang mengerti bahasa Arab dapat mengerti isi Al-qur’an. Lebih dari itu, ada orang yang merasa telah dapat memahami dan menafsirkan Al-qur’an dengan bantuan terjemahnya sekalipun tidak mengerti bahasa Arab. Padahal orang Arab sendiri banyak yang tidak mengerti kandungan Al-Qur’an. Bahkan di antara para sahabat dan tabi’in ada yang salah memahami Al-Qur’an karena tidak memiliki kemampuan untuk memahaminya. Oleh karena itu, untuk dapat mengetahui isi kandungan Al-Qur’an diperlukanlah sebuah ilmu yang mempelajari bagaimana, tata cara menafsiri Al-Qur’an. Yaitu Ulumul Qur’an atau Ulum at tafsir.
Ulumul Qur’an merupakan suatu ilmu yang mempunyai ruang lingkup pembahasan yang luas. Ulumul Qur’an  meliputi semua ilmu yang ada kaitanya dengan Al-Qur’an, baik berupa ilmu-ilmu agama, seperti ilmu tafsir maupun ilmu-ilmu bahasa Arab, seperti ilmu balaghah dan ilmu I’rab al-Qur’an. Disamping itu, masih banyak lagi ilmu-ilmu yang tercakup di dalamnya. Dalam kitab Al- Itqan, Assyuyuthi menguraikan sebanyak 80 cabang ilmu. Dari tiap-tiap cabang terdapat beberapa macam cabang ilmu lagi. Kemudian dia mengutip Abu Bakar Ibnu al_Araby yang mengatakan bahwa ulumul qur’an terdiri dari 77450 ilmu. Hal ini didasarkan kepada jumlah kata yang terdapat dalam al-qur’an dengan dikalikan empat. Sebab, setiap kata dalam al-Qur’an mengandung makna Dzohir, batin, terbatas, dan tidak terbatas. Perhitungan ini masih dilihat dari sudut mufrodatnya. Adapun jika dilihat dari sudut hubungan kalimat-kalimatnya, maka jumlahnya menjadi tidak terhitung. Firman Allah :

قُل لَّوْ كَانَ الْبَحْرُ مِدَاداً لِّكَلِمَـتِ رَبِّى لَنَفِدَ الْبَحْرُ قَبْلَ أَن تَنفَدَ كَلِمَـتُ رَبِّى وَلَوْ جِئْنَا بِمِثْلِهِ مَدَداً
Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula).(Q.S. Al-Kahfi 109)
Secara garis besar Ilmu alQur’an terbagi dua pokok bahasan yaitu :
1.      Ilmu yang berhubungan dengan riwayat semata-mata, seperti ilmu yang membahas tentang macam-macam qira’at, tempat turun ayat-ayat Al-Qur’an, waktu-waktu turunnya dan sebab-sebabnya.
2.      Ilmu yang berhubungan dengan dirayah, yakni ilmu yang diperoleh dengan jalan penelaahan secara mendalam seperti memahami lafadz yang ghorib (asing) serta mengetahui makna ayat-ayat yang berhubungan dengan hukum.
C.     Sejarah Pertumbuhan Dan Perkembangannya
Pada masa Nabi dan Sahabat, ulumul qur’an belum dikenal sebagai ilmu yang berdiri sendiri dan dibukukan, sebab:
Para sahabat adalah orang Arab asli yang tahu betul struktur bahasa Arab yang tinggi dan apabila belum memahami Rasul akan menjelaskan maksudnya.
1.         Para Sahabat sedikit sekali yang pandai  menulis.
2.         Adanya larangan menulis dari Rasul selain Al-Qur’an.
Pada masa khalifah Abu Bakar dan Umar, Al-Qur’an disampaikan melalui lisan. Pada masa Khalifah Utsman, dilakukan kodifikasi dalam satu mushaf Imam. Sehingga Utsman dianggap meletakkan dasar ilmu rasmul qur’an atau ilmu rasmil utsmani. Pada masa Khalifah Ali, terjadi penyeragaman bacaan Al-Qur’an, sehingga Ali dianggap perintis lahirnya ilmu nahwu dan I’rabul Qur’an.
Pada abad ke-2 H, ulumul qur’an memasuki masa pembukuannya. Para ulama menekankan perhatian kepada ilmu tafsir. Tokohnya, Syu’bah Ibn Al-Hajjaj (w.160 H), Sofyan Ibn Uyainah (w. 198 H), Waki’ Ibn Jarrah (w. 197 H).
Pada Abad ke-3 H, Ali bin al-Madany menulis tentang kitab tentang Asbabun Nuzul. Abu Ubaid al-Qasim bin Salam menulis tentang nasikh mansukh, qira’ah, fadla’ilul qur’an. Muhammad ibn Ayyub al-Dharis menulis tentang ilmu ma Nuzzila bi Makkata wa ma Nuzzila bil Madinati. Muhammad ibn Khallaf ibn al-Mirzaban menulis kitab al-Hawi fi Ulumil Qur’an.
Pada abad ke-4 H, lahirlah ilmu gharibil qur’an dan beberapa kitab tentang ulumul qur’an. Abu Bakar Muhammad ibn al-Qasim al-Anbari menulis kitab tentang Ajaibul Ulumil Qur’an. Abu hasan al-Asy’ari menulis tentang al-Mukhtazan fi Ulumil Qur’an. Abu Bakar al-Sijistani menulis Gharibul Qur’an. Abu Muhammad al-Qashab Muhammad ibn Ali al-Karkhi menulis Nuqatul Qur’an ad-Dalalatu alal Bayani fi Anwa’i Ulumi wal Ahkamil Munbiati an Ikhtilafil Anam. Muhammad ibn Ali al-Adfawi menulis tentang al-Istighna’ fi Ulumil Qur’an.
Pada abad ke-5 H,muncul beberapa tokoh yang ahli dalam ilmu qiraat. Ali ibn Ibrahim ibn Sa’id al-Hufi menulis kitab al-Burhan fi Ulumil Qur’an dan I’rabul Qur’an. Abu Amr al-Dani menulis kitab at-Taisir fil Qiraatis Sab’i dan al-Muhkamu fin Nuqath. Di samping itu juga lahir ilmu amtsalul qur’an antara lain yang dikarang al-Mawardi.
Pada abad ke-6 H, lahir ilmu mubhamatul qur’an yang dikarang oleh Abu al-Qasim Abd Rahman al-Suhaili. Sedangkan Ibn al-jauzi menulis kitab Fununul Afnan fi ‘Ajaibi Ulumil Qur’andan al-Mujtaba fi Ulumin Tata’allaqu bil Qur’an.
Pada abad ke-7 H, Ibn Abd Salam yang dikenal dengan “al-Izz” mengarang kitabMajazul Qur’an. Alamuddin al-Sakhawi menulis kitab Hidayatul Murtab fil Mutasyabihi, yang dikenal dengan al-Sakhawiah. Abu Syamah Abd Rahman ibn Ismail al-Maqdisi menulis kitab al-Mursyidul Wajiz fi ma Yata’allaqu bil Qur’anil Aziz.
Pada abad ke-8 H, Ibn Abi al-Ishba’ menulis tentang Badail  Qur’an. Ibn Qayyim menulis tentang Aqsamul Qur’an. Najmuddin at-Tufi menulis Hujajul Qur’an. Badruddin Zarkasyi menyusun kitab al-Burhan fi Ulumil Qur’an.
Pada abad ke-9 H, Jalaluddin al-Bulqini mengarang kitab Mawaqiul Ulumi min Mawaqi’in Nujumi. Muhammad Ibn Sulaiman al-Kafiaji menulis tentang At-Tafsir fi Qawaidit Tafsir. Jalaluddin as-Suyuthi menulis kitab At-Tahbir fi Ulumit Tafsir dan al-Itqan fi Ululmil Qur’an. Setelah lahirnya karya monumental as-Suyuthi perkembangan ulumul qur’an mengalami kefakuman hingga abad 13.
Pada abad ke-13 H, perhatian ulama terhadap ulumul qur’an bangkit kembali seiring dengan kebangkitan perkembangan ilmu-ilmu agama lainnya.
Lahirnya Istilah Ulumul Qur’an
Terdapat tiga pendapat tentang sejarah lahirnya istilah ulumul qur’an:
1.      Istilah ulumul qur’an digunakan pertama kali pada abad ke-7 H.
2.      Menurut al-Zarqani berpendapat lahirnya istilah ulumul qur’an seiring dengan dikarangnya kitab al-Burhan fi Ulumil Qur’an karya Ali ibn Ibrahim ibn Sa’id yang dikenal dengan sebutan al-Hufi. Berdasarkan ini istilah ulumul qur’an lahir pada abad ke-5 H.
3.      Menurut Subhi as-Salih, orang yang pertama kali menggunakan istilah ulumul qur’an adalah Ibn al-Mirzaban. Pendapat ini berdasarkan kajiannya tentang kitab-kitab yang menggunakan istilah ulumul qur’an. Menurutnya yang paling tua adalah kitab yang dikarang Ibn al-Mirzaban pada abad ke-3 H.
D.     Hikmah Diturunkan Al-Qur'an Secara Berangsur – Angsur
1.      Al-Qur'an diturunkan secara berangsur angsur selama 22 tahun, 2 bulan, 22 hari atau 23 tahun 13 tahun turun di Makkah dan 10 tahun turun di Madinah.
Adapun hikmahnya adalah :
Agar lebih mudah dimengerti dan dilaksanakan. Orang akan enggan melaksanakan suruhan, dan larangan, sekiranya suruhan dan larangan itu sekalgus banyak.
2.      Di antara ayat ayat itu ada yang nasikh dan ada yang mansukh, sesuai dengan kemaslahatan. Ini tidak dapat dilakukan sekiranya Al-Qur'an diturunkan sekaligus.( ini menurut pendapat yang mengatakan adanya nasikh dan mansukh ).
3.      Turunya sesuatu ayat sesuai dengan peristiwa peristiwa yang terjadi akan lebih mengesankan dan lebih berpengaruh di hati.
4.       Memudahkan penghafalan. Orang orang musyrik yang telah menanyakan mengapa Al-Quran tidak diturunkan sekaligus, sebagaimana tersebut dalam surat Al-Furqon : 32 , yaitu'“Mengapakah al-Qur'an tidak diturunkan kepadanya sekaligus..? 
Kemudian dijawab dalam di dalam ayat itu,
Demikianlah, dengan (cara ) begitu Kami hendak menetapkan hati.”
5.      Di antara ayat ayat ada yang merupakan jawaban daripada pertanyaan atau penolakan suatu pendapat atau perbuatan, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Abbas r.a. Hal ini tidak dapat terlaksana kalau Al-Qur'an diturunkan sekaligus.

E.      Sejarah  Turunnya  Alqur’an  Dan  Penulisan  Alqur’an
Hikmah diwahyukan alqur’an secara berangsur-angsur adalah al-qur’an diturunkan dalam waktu 22 tahun 2 bulan 22 hari yaitu mulai dari malam 17 romadhan tahun 41 dari kelahiran nabi sampai 9 dzulhijah haji wada’ tahun 63 dari kelahiran nabi atau tahun 10 H. Proses turunnya ql-quran melalui 3 tahapan yaitu:
1.      Al-qur’an turun secara sekaligus dari Allah ke lauh mahfuzh yaitu tempat yang merupakan catatan tentang segala ketentuan dan kepastian Allah. Dalam firmanya “ Bahkan yang didustakan mereka ialah Al-qur’an yang mulia yang tersimpan dalam lauh al-mahfuzh (Q.S AL-buruuj :21-22).
2.       Al-qur’an diturunkan dari lauh al mahfuzh ke bait Al-Izzah ( tempat yang berada di langit dunia )
3.       Al-qur’an diturunkan dari bait al-Izzah ke dalam hati nabi melalui malaikat jibril dengan cara berangsur-angsur sesuai dengan kebutuhan. Adakala satu ayat kadang satu surat.
Disamping hikmah diatas ada hikmah yang lainnya yaitu:
1.        Memantapkan hati nabi
2.         Menentang dan melemahkan para penentang Al-qur’an
3.      Memudahkan untuk dihafal dan difahami
4.        Mengikuti setiap kejadian yang menyebabkan turunya ayat-ayat al-qur’an dan melakukan penahapan dalam penetapan syari’at
5.        Membuktikan dengan pasti bahwa al-qur’an turun dari allah yang maha bijaksana Penulisan al-qur’an pada masa Abu Bakar termotivasi karena kekwatiran sirnanya al-qur’an dengan syahitnya beberapa penghapal Al-qur’an pada perang yamamah, Abu bakar melakukan pengumpulan al-qur’an dengan mengumpulkan al-qur’an yang terpencar-pencar pada pelepah kurma,kulit,tulang dan sebagainya.

F.   Rasm al-Qur'an
1.         Pengertian Rasam al qur'an Rasm Al-Qur’an atau adalah ilmu yang mempelajari tentang penulisan Mushaf Al-Qur’an yang dilakukan dengan cara khusus, baik dalam penulisan lafal-lafalnya maupun bentuk-bentuk huruf yang digunakan. Rasimul Qur’an dikenal juga dengan sebutan Rasm Al-Utsmani, Khalifah Usman bin Affan memerintahkan untuk membuat sebuah mushaf Al-Imam, dan membakar semua mushaf selain mushaf Al-Imam ini karena pada zaman Usman bin Affan kekuasaaan Islam telah tersebar meliputi daerah-daerah selain Arab yang memiliki sosio-kultur berbeda. Hal ini menyebabkan percampuran kultur antar daerah. Sehingga ditakutkan budaya arab murni termasuk di dalamnya cara bacaan menjadi rusak atau bahkan hilang tergilas budaya dari daerah lainnya. Implikasi yang paling ditakutkan adalah rusaknya budaya orang arab akan menyebabkan banyak perbedaan dalam membaca Al-Qur’an.
2.         Pendapat Ulama Tentang Rasam Al qur'an Hukum dan Kedudukan Rasm Al-Qur’an Jumbur ulama berpendapat bahwa pola rams Utsmani bersifat tauqifi (bersifat qath'i yaitu perintah/petunjuk dari Allah dan Rasul) dengan alasan bahwa para penulis wahyu adalah sahabat-sahabat yang ditunjuk dan dipercayai Nabi saw. Pola penulisan tersebut bukan merupakan ijtihad para sahabat Nabi, dan para sahabat tidak mungkin melakukan kesepakatan (ijma) dalam hal-hal yang bertentangan dengan kehendak dan restu Nabi Muhammad dkk. Sejarah dan Ulumul Al-Qur’an, Jakarta : Pustaka Firdaus. 2000, hal 19.
 Terdapat sekelompok ulama berpendapat lain, bahwa pola penulisan di dalam rams Ustmani tidak bersifat tauqifi, tetapi taufiqi (hanya ijtihad para sahabat). Tidak pernah ditemukan riyawat Nabi mengenai ketentuan pola penulisan wahyu. Bahkan sebuah riwayat dikutip oleh Rajab Farjani : “Sesungguhnya Rasulullah saw, memerintahkan menulis Al-Qur’an, tetapi tidak memberikan petunjuk teknis penulisannya, dan tidak pula melarang menulisnya dengan pola-pola tertentu.

G.  Muhkam Dan Mutasyabih
1.        Ayat-ayat muhkam adalah ayat yang maksudnya dapat diketahui dengan gamblang baik melalui ta’wil ataupun tidak
Ayat mutasyabih adalah ayat yang maksudnya dapat diketahui Allah seperti kedatangan kedatangan hari kiamat, kedatangan dajjal.
Hikmah keberadaan ayat mutasabih dalam Al-qur’an adalah:
2.         Memperlihatkan kelemahan akal manusia.
3.        Teguran bagi orang-orang yang mengotak atik ayat mutasabih.
4.         Memberikan pemahaman abstrak Illahi kepada manusia melalui pengalaman inderawi yang biasa disaksikannya.

H.Qiro’at Al-Qur’an
Qiro’at adalah ilmu yng mempelajari cara-cara mengucapkan kata-kata al-qur’an dan perbedaan-perbedaannya dengan cara menisbatkan kepada penukilnya.
Macam-macam qiro’at:
1.        Qiro’at Sab’ah ( Qiro’at tujuh ) adalah imam-imam qiro’at ada tujuh orang, yaitu:
    a.‘Abdullah bin Katsir Ad-Dari (w.120 H ) dari Mekkah.
    b. Nafi’ bin ‘Abdurrahman bin Abu Na’im (w .169 H ).dari madinah
    c. ‘Abdullah Al-yashibi (w.118 H ) dari Syam
    d. Abu Amar (w.154 H ) dari Irak
    e. Ya’kub (w.205 H ) dari Irak
    f. Hamzah (w.188 )
    g. ‘Ashim (w.127 H )
2.        Qiro’ah Asyiroh adalah qiro’ah sab’ah ditambah dengan 3 imam yaitu: Abu Ja’far, Ya’kub bin Ishaq, kalaf bin hisyam
3.         Qiro’ah Arba Asyiroh (qiro’ah empat belas) yaitu qiro’ah sepuluh ditambah dengan 4 imam yaitu Al-hasan al basri, muhammad bin abdul rohman,yahya bin mubarok,Abu fajr muhammad bin ahmad.
Dari segi kualitas qiro’ah dapat dibagi menjadi:
1.        Qiro’ah Mutawwatir yaitu qiro’ah yang disampakan kelompok orang yang sanatnya tidak berbuat dusta
2.         Qiro’ah Mashur yaitu qiro’ah yang memiliki sanad sahih dan mutawatir
3.         Qiro’ah ahad yaitu memiliki sanad sahih tapi menyalahi tulisan mushaf usmani dan kaidah bahasa Arab.
4.        Qiro’ah Maudhu yaitu palsu
5.         Qiroah Syadz Yaitu menyimpang
6.         Qiro’ah yang menyerupai hadist mudroj (sisipan)

I.   Pengertian  Asbabun Nuzul
Secara etimologis asbab al nuzul terdiri dari kata “asbab” (bentuk pluraldari kata “sabab”) yang mempunyai arti latar belakang, alasan atau sebab/illat (Almunawwir,1997:602) sedang kata “nuzul” berasal dari kata “nazala” yang berarti turun (Al munawwir,1997:1409).
Menurut Al-Ghazali “Nuzul” adalah perpindahan sesuatu dari posisi tertinggi ke posisi yang rendah. Dengan demikian asbab al nuzul adalah suatu konsep, teori, atau berita tentang sebab-sebab turunnya wahyu tertentu dari Al-Qur’an kepada nabi Muhammad, baik berupa satu ayat maupun rangkaian ayat. Para ulama berpendapat bahwa berkaitan dengan latar belakang turunnya, ayat-ayat Al Qur’an turun dengan dua cara. Pertama, ayat-ayat yang diturunkan oleh Allah tanpa suatu sebab atau peristiwa tertentu yang melatar belakangi. Kedua, ayat-ayat yang diturunkan karena dilatarbelakangi oleh peristiwa tertentu. Berbagai hal yang menjadi sebab turunnya ayat inilah yang kemudian disebut dengan asbab al-nuzul.
Asbab al-nuzul didefinisikan “sebagai suatu hal yang karenanya al-qur’an diturunkan untuk menerangkan status hukumnya, pada masa hal itu terjadi, baik berupa peristiwa maupun pertanyaan”, asbab al-nuzul membahas kasus-kasus yang menjadi sebab turunnya beberapa ayat al-qur’an. Menurut Hasbi Ash-shidiqy makna asbab al-nuzul adalah kejdian yang karenanya diturunkan Al-qur’an untuk menerangkan hukumnya dari hari timbul kejadian-kejadian itu dan suasana yang didalam suasana itu Al-qur’an di turunkan serta membicarakan sebab yang tersebut itu, baik diturunkan langsung sesudah terjadi sebab itu, ataupun kemudian lantaran sesuatu hikmah.
Para ulama’ salaf terdahulu untuk mengemukakan sesuatu mengenai asbabun nuzul mereka amat berhati-hati, tanpa memiliki pengetahuan yang jelas mereka tidak berani untuk menafsirkan suatu ayat yang telah diturunkan. Muhammad bin sirin mengatakan: ketika aku tanyakan kepada ‘ubaidah mengetahui satu ayat qur’an, dijawab: bertaqwalah kapada allah dan berkatalah yang benar. Orang-oarang yang mengetahui mengenai apa qur’an itu diturunkan telah meninggal.
Maksudnya: para sahabat, apabila seorang ulama semacam ibn sirin, yang termasuk tokoh tabi’in terkemuka sudah demikian berhati-hati dan cermat mengenai riwayat dan katakata yang menentukan, maka hal itu menunjukkan bahwa seseorang harus mengetahui benar-benar asbabun nuzul. Oleh sebab itu yang dapat dijadikan pegangan dalam asbabun nuzul adalah riwayat ucapan-ucapan sahabat yang bentuknya seperti musnad, yang secara pasti menunjukkan asbabun nuzul.
1)             Ungkapan asbab-nuzul merupakan bentuk idhofah dari asbab dan nuzul. Secara etimologi artinya sebab-sebab yang melatar belakangi terjadinya sesuatu. Menurut Az-zargani Asbabuan-nuzul adalah sesuatu yang terjadi serta hubungan dengan turunya ayat Al-qur’an yang berfungsi sebagai penjelas hukum pada saat peristiwa itu terjadi.Menurut Az-zargani urgensi asbab an-nuzul dalam mmahami Al-qur’an adalah
Membantu dan memahami sekaligus mengatasi ketidak pastian dalam menangkap pesan ayat-ayat Al-qur’an.
2)              Mengatasi keraguan ayat yang diduga mengandung pengertian umum
3)              Mengkhususkan hukum yang terkandung dalam ayat al-qur’an bagi ulama yang berpendapat bahwa yang menjadi pegangan adalah sebab yang bersifat kusus
4)              Mengidentifikasi pelaku yang menyebabkan turunnya ayat al-qur’an.
5)              Memudahkan untuk menghapal dan memahami ayat serta untuk memantapkan wahyu ke dalam hati orang yang mendengarnya.

J.     Munasabah Al Qur’an
1.             Menurut Manna Al-qathan munasabah adalah sisi keterikatan antara beberapa ungkapan di dalam satu ayat,atau antar ayat pada beberapa ayat atau antar surat dalam al-qur’an. As-Suyuti menjelaskan langkah-langkah yang diperhatikan dalam menemukan munasabah yaitu:  Memperhatikan tujuan pembahasan suatu surat yang menjadi objek pencarian
2.              Memperhatikan uraian ayat-ayat yang sesuai dengan tujuan yang dibahas dalam surat
3.              Menentukan tingkatan uraian-uraian itu apakah ada hubungannya atau tidak
4.             Dalam mengambil keputusan,hendaknya memperhatikan ungkapan-ungkspan dengan benar dan tidak berlebihan
Macam-macam munasabah;
1)      Munasabah antar surat dengan surat sebelumnya: berfungsi sebagai menyempurnakan surat sebelumnya
2)      Munasabah antara nama surat dan tujuan turunya
3)       Munasabah antar bagian suatu ayat
4)       Munasabah antar ayat yang letaknya berdampingan
5)       Munasabah antara suatu kelompok ayat dengan kelompok ayat disampingnya
6)      Munasabah antara fashilah (pemisah)dan isi ayat
7)       Munasabah antara awal surat dengan akhir surat yang sama
8)      Munasabah antara penutup suatu surat dengan awal surat berikutnya

K.Makiyah Dan Madaniyah
Makkiyah adalah surat-surat yang turun sebelum adanya hijrah, namun ada beberapa ayat di dalam surat-surat Madaniyah yang termasuk ayat Makkiyah. Sedangkan Surat-surat Madaniyah adalah surat-surat yang turuh sesudah adanya hijrah, namun ada beberapa ayat di dalam surat Makkiyah yang termasuk ayat Madaniyah. Pada umumnya surah-surah Makkiyah mudah dihafal karena ayat-ayat pendek sedangkat sebaliknya pada surat Madaniyah ayat-ayatnya terlalu panjang.
Ø  Makiyah ialah ayat – ayat yang diturunkan sebelum Rasulullah hijrah ke Madinah,kendatipun bukan turun di Mekkah .
Ø  Madaniyah adalah ayat-ayat yang diturunkan sesudah Rasulullah hijrah ke Madinah,kendatipun bukan turun di madinah.Ayat-ayat yang turun setelah peristiwa hijrah di sebut Madaniyyah walaupun turun di Mekkah atau Arafah.”
Ciri-ciri spesifik makiyah dan madaniyah
·           Makiyah
1.      Di dalamnya terdapat sajadah
2.       Ayat-ayatnya dimulai dengan kalla
3.      Dimulai dengan ya-ayuha an-nas
4.       Ayatnya mengandung tema kisah para nabi dan umat- umat terdahulu
5.       Ayatnya berbicara tentang kisah nabi Adam dan Idris kecuali surat al-baqoroh
6.       Ayatnya dimulai dengan huruf terpotong- potong seperti alif lam mim dan sebagainya
·           Madaniyah
1.        Mengandung ketentuan-ketentuan faroid dan had
2.         Mengandung sindiran-sindiran terhadap kaum munafikkecuali surat al-ankabut
3.         Mengandung uraian tentang perdebatan dengan ahli kitab.   

L.   I’jaz Al-Qur’an
 I'jaz al-Quran adalah satu perkataan yang baru dalam ilmu perbahasan al-Quran, Semasa mula al-Quran turun ianya tidak disebut-sebut sebagai i'jaz sekalipun golongan Muslimin terdahulu mengetahui adanya perkara itu. Sebagaimana kaum Muslimin terdahulu tahu benarnya firman Allah berkenaan peperangan antara bangsa Rumawi dan Parsi, dan matinya Abu Jahal dan al-Walid dalam kekufuran.
Iman mereka bertambah dengan sebab itu tetapi tidak dinamakan lagi sebagai i'jaz. Sedangkan i'jaz yang kita bincangkan nanti antara fungsinya ialah membenarkan kenabian dan kerasulan setiap Utusan Allah, meningkatkan keimana mereka yang beriman dan merendahkan keupayaan dan kesombongan mereka yang kufur.
I'jaz al-Quran adalah salah satu istilah yang mula dikenali selepas berlalunya 6 kurun dalam kiraan kalendar Hijrah (Mafhum al-I'jaz al-Quraniy oleh al-Doktor Ahmad Jamal al-'Umari). Ini disebabkan kalimah عجز yang digunakan dalam al-Quran membawa kepada tafsirannya dari segi bahasa sahaja seperti dalam ayat :
Maksudnya : ( Kecuali seorang perempuan tua (isterinya) yang termasuk dalam golongan yang tinggal ) al-Syu'ara, ayat 171.
Maksudnya :
 ( Dia (isterinya) berkata, "Sungguh ajaib, mungkinkah aku akan melahirkan anak padahal aku sudah tua") Hud, ayat 72.
Maksudnya :
(Qabil berkata, "Oh, celaka aku! Mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, sehingga aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini" ). al-Maidah, ayat 31.
Ini kerana ianya adalah yang dipetik dari percakapan orang Arab yang membawa maksud mengisbatkan (menjadikan) kelemahan. Dan asal kelemahan di sini ialah menahan atau menegah dari melakukan sesuatu ataupun terkebelakang dari sesuatu perkara tersebut.
Ini dapat dilihat jika dikatakan : "Dia lemah tentang sesuatu perkara" yakni apabila dia cuba maka dia menjadi tidak mampu samada kemampuannya terbatas ataupun kesungguhannya tidak berjaya. Secara kesluruhan dari contoh di atas menunjukkan kelemahan dari mengadakan sesuatu perkara, ataupun ketinggalan dalam cara menyelesaikan sesuatu perkara. Maka secara ringkasnya kita dapati i'jaz
 Cumanya apabila disebut ilmu, sepertimana yang diketahui bersama perkataan ilmu itu sendiri menunjukkan sesuatu yang hidup dan ia terus berkembang dan adakalanya ia boleh mengalami kepupusan atas sebab-sebab tertentu. Begitu juga dengan ilmu al-Quran ini, ianya terus berkembang dan berjalan di atas tangan mereka yang mahir dan mengkaji. Begitu juga dengan semua ilmu yang ada pada hari ini. Kalau dulunya manusia itu hanya tahu menanak nasi putih, namun sekarang telah lahir pelbagai hidangan nasi yang beraneka macam kerana ianya sentiasa berjalan di atas tangan mereka yang mahir. Komputer pertama yang pertama dicipta sebesar setengah padang bola sepak kini ianya tidak begitu lagi kerana ianya sentiasa berjalan di atas tangan mereka yang mengkaji.
Atas sebab yang sama juga berlaku kepada al-Quran yang Maha Mulia ini. Ilmu-ilmu saintifik yang wujud dalam petikan dan susun kalimah ayat al-Quran mula terbongkar dengan Sains Moden setelah berbelas abad berlalu. Oleh itu ianya bukanlah suatu perkara yang terasing dan pelik bahkan kelahiran situasi ini memenangkan lagi al-Quran yang sememangnya sentiasa menang untuk semua abad, semua tempat dan semua umat.
I'jaz yang ditakrifkan oleh ulama dengan maknanya dari segi istilah syar'iyyah ialah : "Perkara yang mencarik adat yang disertai dengan mencabar, lagi terlepas dari penentangan". Sebab itu kedatangan mukjizat ini melawan norma-norma kebiasaan hidup dan undang-undang adat manusia atas tangan para rasul atau nabi bagi membenarkan dakwah yang dibawa bersama dengan mereka yang menyebabkan manusia ramai tidak mampu melawan mukjizat mereka bahkan menandinginya. Sekiranya ini tidak ada maka para rasul dan nabi terdedah dengan perasaan syak wasangka dari orang ramai.
Dalam al-Quran yang Maha Hebat itu jika diperhati, tiada menggunakan perkataan معجزاتuntuk memberi makna tersebut. Bahkan menggunakan perkataan yang berlainan dari beberapa contoh yang berikut :
1.         Unta yang lahir dari sebuah batu atas lisan Nabi Salih as menggunakan perkataan الآية danالبينة seperti firmanNya :

            ( قد جاءتكم بينة من ربكم هذه ناقة الله لكم ءاية )
Maksudnya :
( ..Sesungguhnya telah datang bukti yang nyata kepadamu dari Tuhanmu. Unta betina Allah ini menjadi tanda bagimu..) al-A'raf, ayat 73.
البرهان bagi mukjizat Nabi Musa as :
            ( فذانك برهانان من ربك إلى فرعون وملإئه )
Maksudnya :
(..Maka yang demikian itu adalah dua mukjizat dari Tuhanmu (yang akan kamu hadapkan) kepada fira'un dan pengikutnya..) al-Qosos, ayat 32
2.         Penggunaan السلطان dalam ejekan kaum kuffar terhadap nabi masing-masing :
           ( قالوا إن أنتم إلا بشر مثلنا تريدون أن تصدونا عما كان يعبد آباؤنا فأتونا بسلطان مبين )
Maksudnya :
(..Mereka berkata : "Kamu tidak lain hanyalah manusia biasa seperti kami jua. Kamu berkehendak menghalangi kami sepertimana yang disembah oleh datuk nenek-moyang kami, kerana itu datangkanlah kepada kami bukti yang nyata")
Ibrahim, ayat 10. Sidang pengunjung yang dikasihi sekalian, Sekalipun generasi terdahulu tidak mengenali istilah ini namaun setiap akal yang sihat tidak dapat menafikan bahawa Kitabullah ini adalah bersifat melemahkan sehingga tiada manusia yang dapat menandinginya sekaipun sudah dicabar berkali-kali.
Awal penurunan dahulu kala mencabar mereka dari aspek bahasa mereka sendiri sekalipun mereka adalah ahli bahasa yang hebat dan masyhur sehinggakan nukilan-nukilan mereka masih dikaji dan dipelajari di bilik kuliah bahasa, namun tetap mereka akur akan kelemahan untuk menandinginya. Sehinggakan al-Nadhar bin al-Harith berlaga kepala dengan kawannya yang musyrik juga ketika cuba mengintai-mengintai mendengar bacaan suci ayat al-Quran yang dialunkan oleh umat Islam. Kemudian berjanji tidak akan datang lagi untuk mendengarnya, namun pada esok harinya berlaga kepala sekali lagi kerana masing-masing tidak tenteram hati jika berada di rumah tanpa mendengar kalam suci Tuhan itu terlebih dahulu. Sudahlah mereka tidak dapat menandingi bahasa al-Quran bahkan tertarik pula dengannya.
Begitu juga, ilmu Sains Moden yang mula muncul kini pun sudah disebut semenjak seribu tahun setengah yang dahulu dalam al-Quran. Mengapa tidak ilmu ini dibincangkan oleh Bagida saw kepada umat ketika itu?Sudah tentulah kita katakan al-Quran datang mencabar mengikut ilmu yang muncul di sesuatu zaman. Sehinggalah mencabar ilmu yang bakal wujud di akhir zaman kelak. Al-Syeikh Hussain al-'Asyari pernah menyebut dalam syarahannya :
"Mengapa umat Islam rata-rata mereka adalah golongan miskin dan sederhana? Dan mengapa pula golongan Kafir adalah mereka yang mempunyai harta dan kuasa yang banyak?Inilah kehebatan al-Quran yang mahu ditonjolkan oleh Pencipta Alam ini. Oleh kerana mereka kaya mereka boleh mengkaji pelbagai ilmu sehinggakan ke ilmu angkasaraya namun semua itu akhir sekali telah disebut di dalam al-Quran yang dibaca oleh umat Islam yang miskin setiap hari".














BAB III
PENUTUP

A.   Kesimpulan
1.      Ulumul qur’an adalah ilmu yang membahas hal-hal yang berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari aspek keberadaanya sebagai Al-Qur’an maupun aspek pemahaman kandunganya sebagai pedoman dan petunjuk bagi manusia atau ilmu-ilmu yang berhubungan dengan berbagai aspek yang terkait dengan keperluan membahas al-Qur’an.
2.      Secara garis besar Ilmu alQur’an terbagi dua pokok bahasan yaitu :
                                                                  1.            Ilmu yang berhubungan dengan riwayat semata-mata, seperti ilmu yang membahas tentang macam-macam qira’at, tempat turun ayat-ayat Al-Qur’an, waktu-waktu turunnya dan sebab-sebabnya.
                                                                  2.            Ilmu yang berhubungan dengan dirayah, yakni ilmu yang diperoleh dengan jalan penelaahan secara mendalam seperti memahami lafadz yang ghorib (asing) serta mengetahui makna ayat-ayat yang berhubungan dengan hukum.
3.      Qiro’at adalah ilmu yng mempelajari cara-cara mengucapkan kata-kata al-qur’an dan perbedaan-perbedaannya dengan cara menisbatkan kepada penukilnya.
4.      Rasam al qur'an  adalah ilmu yang mempelajari tentang penulisan Mushaf Al-Qur’an yang dilakukan dengan cara khusus, baik dalam penulisan lafal-lafalnya maupun bentuk-bentuk huruf yang digunakan.
5.      Munsabah adalah sisi keterikatan antara beberapa ungkapan di dalam satu ayat,atau antar ayat pada beberapa ayat atau antar surat dalam al-qur’an.
6.      Makkiyah adalah surat-surat yang turun sebelum adanya hijrah, namun ada beberapa ayat di dalam surat-surat Madaniyah yang termasuk ayat Makkiyah. Sedangkan Surat-surat Madaniyah adalah surat-surat yang turuh sesudah adanya hijrah.
7.      I'jaz al-Quran adalah satu perkataan yang baru dalam ilmu perbahasan al-Quran.
8.      Asbab al-nuzul didefinisikan “sebagai suatu hal yang karenanya al-qur’an diturunkan untuk menerangkan status hukumnya, pada masa hal itu terjadi, baik berupa peristiwa maupun pertanyaan”, asbab al-nuzul membahas kasus-kasus yang menjadi sebab turunnya beberapa ayat al-qur’an. Menurut Hasbi Ash-shidiqy makna asbab al-nuzul adalah kejdian yang karenanya diturunkan Al-qur’an untuk menerangkan hukumnya dari hari timbul kejadian-kejadian itu dan suasana yang didalam suasana itu Al-qur’an di turunkan serta membicarakan sebab yang tersebut itu, baik diturunkan langsung sesudah terjadi sebab itu, ataupun kemudian lantaran sesuatu hikmah.
B.   Saran
Apabila di dalam makalah ini terdapat kekurangan , baik dalam penulisan ataupun isi dari makalah, maka kami selaku penulis mengharapkan kritik ataupun saran dari pembaca yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.