BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Al-qur’an
adalah kalammullah yang diturunkan kepada nabi muhammad lewat perantara
malaikat Jibril sebagai mu’jizat. Al-Qur’an adalah sumber ilmu bagi kaum
muslimin yang merupakan dasar-dasar hukum yang mencakup segala hal, baik
aqidah, ibadah, etika, mu’amalah dan sebagainya.
َنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَـبَ
تِبْيَانًا لِّكُلِّ شَىْءٍ وَهَدَى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ
“Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al
Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar
gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (Q.S.An-Nahl 89).
Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa
Arab. Karena itu, ada anggapan bahwa setiap orang yang mengerti bahasa Arab
dapat mengerti isi Al-qur’an. Lebih dari itu, ada orang yang merasa telah dapat
memahami dan menafsirkan Al-qur’an dengan bantuan terjemahnya sekalipun tidak
mengerti bahasa Arab. Padahal orang Arab sendiri banyak yang tidak mengerti
kandungan Al-Qur’an. Bahkan di antara para sahabat dan tabi’in ada yang salah
memahami Al-Qur’an karena tidak memiliki kemampuan untuk memahaminya. Oleh
karena itu, untuk dapat mengetahui isi kandungan Al-Qur’an diperlukanlah sebuah
ilmu yang mempelajari bagaimana, tata cara menafsiri Al-Qur’an. Yaitu Ulumul
Qur’an atau Ulum at tafsir.
Ulumul Qur’an merupakan suatu ilmu
yang mempunyai ruang lingkup pembahasan yang luas. Ulumul Qur’an meliputi
semua ilmu yang ada kaitanya dengan Al-Qur’an, baik berupa ilmu-ilmu agama,
seperti ilmu tafsir maupun ilmu-ilmu bahasa Arab, seperti ilmu balaghah dan
ilmu I’rab al-Qur’an.
Disamping itu, masih banyak lagi
ilmu-ilmu yang tercakup di dalamnya. Dalam kitab Al- Itqan, Assyuyuthi
menguraikan sebanyak 80 cabang ilmu. Dari tiap-tiap cabang terdapat beberapa
macam cabang ilmu lagi. Kemudian dia mengutip Abu Bakar Ibnu al_Araby yang
mengatakan bahwa ulumul qur’an terdiri dari 77450 ilmu. Hal ini didasarkan
kepada jumlah kata yang terdapat dalam al-qur’an dengan dikalikan empat. Sebab,
setiap kata dalam al-Qur’an mengandung makna Dzohir, batin, terbatas, dan tidak
terbatas. Perhitungan ini masih dilihat dari sudut mufrodatnya. Adapun jika
dilihat dari sudut hubungan kalimat-kalimatnya, maka jumlahnya menjadi tidak
terhitung.
Olehnya itu di dalam makalah ini akan membahas
defenisi ulumul quran, ruang lingkup ulumul Al-Quran, Sejarah
pertumbuhan dan perkembangannya, hikmah diturunkannya Al-Qur’an secara berangsur-angsur,
sejarah turunnya Al-Qur’an dan penulisan Al-Qurán rasm Al-Qur’an, muhkam dan mutasyabih,
qira’ah Al-Qur’an, Asbabun Nuzul,
Munasabah Al-Qur’an, Makkiyah dan Madaniyah, dan defenisi I’jaz Al-Quran.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah
defenisi dari Ulumul Quran?
2. Bagaimana
ruang lingkup dari Ulumul Quran?
3. Bagaimana
sejarah pertumbuhan dan perkembangan Ulumul Quran?
4. Apa
hikmah diturunkannya Alquran secara berangsur-angsur?
5. Apa
yang dimaksud dengan Rasm Al Quran?
6. Apa
yang dimaksud dengan ayat-ayat Muhkam dan Mutasyahbih dalam Al Quran?
7. Apa
yg dimaksud dengan qiraah dalam Al Quran?
8. Apakah
Asbabun Nuzul diturunkannya Al Quran?
9. Apa
yang dimaksud dengan ayat-ayat Makiah dan Madaniah?
10. Apakah
yang dimaksud dengan I’Jaz dalam Al quran?
C. Tujuan
1. Untuk
menjelaskan defenisi dari Ulumul Quran.
2. Untuk
mengetahui ruang lingkup dari Ulumul Quran.
3. Untuk
mengetahui sejarah pertumbuhan dan perkembangan Ulumul Quran.
4. Untuk
mengetahui hikmah diturunkannya Alquran secara berangsur-angsur.
5. Untuk
dapat menjelaskan defenisi Rasm Al Quran!
6. Untuk
menjelaskan dengan ayat-ayat Muhkam dan Mutasyahbih dalam Al Quran!
7. Untuk
melaskan qiraah dalam Al Quran.
8. Untuk
mengetahui Asbabun Nuzul diturunkannya Al Quran!
9. Untuk
menjelaskan ayat-ayat Makiah dan
Madaniah!
10.
Untuk menjelaskan pengertian I’Jaz
dalam Al quran!
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Ulumul Qur’an
Ungkapan ulumul qur’an berasal dari
bahasa arab yaitu dari kata ulum dan al-qur’an. Kata ulum jamak dari ilmu dan
al-qur’an. Menurut Abu syahbah ulumul qur’an adalah sebuah ilmu yang memiliki
banyak objek pembahasan yang berhubungan dengan al-qur’an,mulai dari proses
penurunan, urutan penulisan,kodifikasi,cara pembaca,penafsiran,nasikh mansukh,muhkam
mutashabih serta pembahasan lainnya.
Ulumul Qur’an Secara etimologi, kata Ulumul
Qur’an berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua kata, yaitu “ulum” dan
“Al-Qur’an”. Kata ulum adalah bentuk jama’ dari kata “ilmu” yang berarti
ilmu-ilmu. Kata ulum yang disandarkan kepada kata Al-Qur’an telah memberikan
pengertian bahwa ilmu ini merupakan kumpulan sejumlah ilmu yang berhubungan
dengan Al-Qur’an, baik dari segi keberadaanya sebagai Al-Qur’an maupun dari
segi pemahaman terhadap petunjuk yang terkandung di dalamnya. Dengan demikian,
ilmu tafsir, ilmu qira’at, ilmu rasmil Qur’an, ilmu I’jazil Qur’an, ilmu
asbabun nuzul, dan ilmu-ilmu yang ada kaitanya dengan Al-Qur’an menjadi bagian
dari ulumul Qur’an. Sedangkan menurut terminologi terdapat berbagai
definisi yang dimaksud dengan ulumul Qur’an diantara lain : Assuyuthi dalam
kitab itmamu al-Dirayah mengatakan :
علم يبحث فيه عن احوال الكتاب العزيز
من جهة نزوله وسنده وادابه والفاظه ومعانيه المتعلقة بالاحكام
وغير ذالكّ
Artinya:
“Ilmu yang membahas tentang keadaan Al-Qur’an dari segi
turunya, sanadnya, adabnya makna-maknanya, baik yang berhubungan
lafadz-lafadznya maupun yang berhubungan dengan hukum-hukumnya, dan
sebagainya”.
Al-Zarqany memberikan definisi
sebagai berikut:
مباحث تتعلّق بالقران الكريم من ناحية
نزوله وترتيبه وجمعه وكابته وقراءته وتفسيره واعجازه وناسخه ومنسوخه ودفع الشّبه عنه ونحو ذالك
“Beberapa pembahasan yang
berhubungan dengan Al-Qur’an Al-Karim dari segi turunya, urutanya,
pengumpulanya, penulisanya, bacaanya, penafsiranya, kemu’jizatanya, nasikh
mansukhnya, penolakan hal-hal yang bisa menimbulkan keraguan terhadapnya, dan
sebagainya”.
Dari pendapat diatas dapat
disimpulkan bahwa ulumul qur’an adalah ilmu yang membahas hal-hal yang
berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari aspek keberadaanya sebagai Al-Qur’an
maupun aspek pemahaman kandunganya sebagai pedoman dan petunjuk bagi manusia
atau ilmu-ilmu yang berhubungan dengan berbagai aspek yang terkait dengan
keperluan membahas al-Qur’an.
B. Ruang Lingkup Ulumul Qur’an
Al-qur’an adalah kalammullah yang
diturunkan kepada nabi muhammad lewat perantara malaikat Jibril sebagai
mu’jizat. Al-Qur’an adalah sumber ilmu bagi kaum muslimin yang merupakan
dasar-dasar hukum yang mencakup segala hal, baik aqidah, ibadah, etika,
mu’amalah dan sebagainya.
وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَـبَ
تِبْيَانًا لِّكُلِّ شَىْءٍ وَهَدَى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ
“Dan
Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan
petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah
diri.” (Q.S.An-Nahl 89).
Mempelajari
isi Al-qur’an akan menambah perbendaharaan baru, memperluas pandangan dan
pengetahuan, meningkatkan perspektif baru dan selalu menemui hal-hal yang
selalu baru. Lebih jauh lagi, kita akan lebih yakin akan keunikan isinya yang
menunjukan Maha Besarnya Allah sebagai penciptanya.Firman Allah :
وَلَقَدْ جِئْنَـهُمْ بِكِتَـبٍ
فَصَّلْنَـهُ عَلَى عِلْمٍ هُدًى وَرَحْمَةً لِّقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
Dan sesungguhnya Kami telah
mendatangkan sebuah Kitab (Al Quran) kepada mereka yang Kami telah
menjelaskannya atas dasar pengetahuan Kami; menjadi petunjuk dan rahmat bagi
orang-orang yang beriman.(Q.S.Al-A’raf 52)
Al-Qur’an
diturunkan dalam bahasa Arab. Karena itu, ada anggapan bahwa setiap orang yang
mengerti bahasa Arab dapat mengerti isi Al-qur’an. Lebih dari itu, ada orang
yang merasa telah dapat memahami dan menafsirkan Al-qur’an dengan bantuan
terjemahnya sekalipun tidak mengerti bahasa Arab. Padahal orang Arab sendiri
banyak yang tidak mengerti kandungan Al-Qur’an. Bahkan di antara para sahabat
dan tabi’in ada yang salah memahami Al-Qur’an karena tidak memiliki kemampuan
untuk memahaminya. Oleh karena itu, untuk dapat mengetahui isi kandungan
Al-Qur’an diperlukanlah sebuah ilmu yang mempelajari bagaimana, tata cara
menafsiri Al-Qur’an. Yaitu Ulumul Qur’an atau Ulum at tafsir.
Ulumul
Qur’an merupakan suatu ilmu yang mempunyai ruang lingkup pembahasan yang luas.
Ulumul Qur’an meliputi semua ilmu yang ada kaitanya dengan Al-Qur’an,
baik berupa ilmu-ilmu agama, seperti ilmu tafsir maupun ilmu-ilmu bahasa Arab,
seperti ilmu balaghah dan ilmu I’rab al-Qur’an. Disamping itu, masih banyak
lagi ilmu-ilmu yang tercakup di dalamnya. Dalam kitab Al- Itqan, Assyuyuthi
menguraikan sebanyak 80 cabang ilmu. Dari tiap-tiap cabang terdapat beberapa
macam cabang ilmu lagi. Kemudian dia mengutip Abu Bakar Ibnu al_Araby yang
mengatakan bahwa ulumul qur’an terdiri dari 77450 ilmu. Hal ini didasarkan
kepada jumlah kata yang terdapat dalam al-qur’an dengan dikalikan empat. Sebab,
setiap kata dalam al-Qur’an mengandung makna Dzohir, batin, terbatas, dan tidak
terbatas. Perhitungan ini masih dilihat dari sudut mufrodatnya. Adapun jika
dilihat dari sudut hubungan kalimat-kalimatnya, maka jumlahnya menjadi tidak
terhitung. Firman Allah :
قُل لَّوْ كَانَ الْبَحْرُ مِدَاداً
لِّكَلِمَـتِ رَبِّى لَنَفِدَ الْبَحْرُ قَبْلَ أَن تَنفَدَ كَلِمَـتُ رَبِّى
وَلَوْ جِئْنَا بِمِثْلِهِ مَدَداً
Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi
tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu
sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan
tambahan sebanyak itu (pula).(Q.S. Al-Kahfi 109)
Secara garis besar Ilmu alQur’an
terbagi dua pokok bahasan yaitu :
1. Ilmu
yang berhubungan dengan riwayat semata-mata, seperti ilmu yang membahas tentang
macam-macam qira’at, tempat turun ayat-ayat Al-Qur’an, waktu-waktu turunnya dan
sebab-sebabnya.
2. Ilmu yang berhubungan dengan dirayah,
yakni ilmu yang diperoleh dengan jalan penelaahan secara mendalam seperti
memahami lafadz yang ghorib (asing) serta mengetahui makna ayat-ayat yang
berhubungan dengan hukum.
C.
Sejarah Pertumbuhan Dan Perkembangannya
Pada masa
Nabi dan Sahabat, ulumul qur’an belum dikenal sebagai ilmu yang berdiri sendiri
dan dibukukan, sebab:
Para sahabat
adalah orang Arab asli yang tahu betul struktur bahasa Arab yang tinggi dan
apabila belum memahami Rasul akan menjelaskan maksudnya.
1.
Para Sahabat sedikit sekali yang
pandai menulis.
2.
Adanya larangan menulis
dari Rasul selain Al-Qur’an.
Pada masa khalifah Abu Bakar dan Umar, Al-Qur’an
disampaikan melalui lisan. Pada masa Khalifah Utsman, dilakukan kodifikasi
dalam satu mushaf Imam. Sehingga Utsman dianggap meletakkan dasar ilmu
rasmul qur’an atau ilmu rasmil utsmani. Pada masa Khalifah Ali, terjadi
penyeragaman bacaan Al-Qur’an, sehingga Ali dianggap perintis
lahirnya ilmu nahwu dan I’rabul Qur’an.
Pada abad ke-2 H, ulumul qur’an memasuki masa
pembukuannya. Para ulama menekankan perhatian kepada ilmu tafsir.
Tokohnya, Syu’bah Ibn Al-Hajjaj (w.160 H), Sofyan Ibn Uyainah (w. 198 H), Waki’
Ibn Jarrah (w. 197 H).
Pada Abad ke-3 H, Ali bin al-Madany menulis tentang
kitab tentang Asbabun Nuzul. Abu Ubaid al-Qasim bin Salam menulis
tentang nasikh mansukh, qira’ah, fadla’ilul qur’an. Muhammad ibn
Ayyub al-Dharis menulis tentang ilmu ma Nuzzila bi Makkata wa ma Nuzzila
bil Madinati. Muhammad ibn Khallaf ibn al-Mirzaban menulis kitab al-Hawi
fi Ulumil Qur’an.
Pada abad ke-4 H, lahirlah ilmu gharibil
qur’an dan beberapa kitab tentang ulumul qur’an. Abu Bakar Muhammad ibn
al-Qasim al-Anbari menulis kitab tentang Ajaibul Ulumil Qur’an. Abu hasan
al-Asy’ari menulis tentang al-Mukhtazan fi Ulumil Qur’an. Abu Bakar
al-Sijistani menulis Gharibul Qur’an. Abu Muhammad al-Qashab Muhammad ibn
Ali al-Karkhi menulis Nuqatul Qur’an ad-Dalalatu alal Bayani fi Anwa’i
Ulumi wal Ahkamil Munbiati an Ikhtilafil Anam. Muhammad ibn Ali al-Adfawi
menulis tentang al-Istighna’ fi Ulumil Qur’an.
Pada abad ke-5 H,muncul beberapa tokoh yang ahli
dalam ilmu qiraat. Ali ibn Ibrahim ibn Sa’id al-Hufi menulis kitab al-Burhan
fi Ulumil Qur’an dan I’rabul Qur’an. Abu Amr al-Dani menulis
kitab at-Taisir fil Qiraatis Sab’i dan al-Muhkamu fin Nuqath. Di
samping itu juga lahir ilmu amtsalul qur’an antara lain yang dikarang
al-Mawardi.
Pada abad
ke-6 H, lahir ilmu mubhamatul qur’an yang dikarang oleh Abu al-Qasim
Abd Rahman al-Suhaili. Sedangkan Ibn al-jauzi menulis kitab Fununul Afnan
fi ‘Ajaibi Ulumil Qur’andan al-Mujtaba fi Ulumin Tata’allaqu bil Qur’an.
Pada abad ke-7 H, Ibn Abd Salam yang dikenal dengan
“al-Izz” mengarang kitabMajazul Qur’an. Alamuddin al-Sakhawi menulis
kitab Hidayatul Murtab fil Mutasyabihi, yang dikenal dengan al-Sakhawiah.
Abu Syamah Abd Rahman ibn Ismail al-Maqdisi menulis kitab al-Mursyidul
Wajiz fi ma Yata’allaqu bil Qur’anil Aziz.
Pada abad ke-8 H, Ibn Abi al-Ishba’ menulis
tentang Badail Qur’an. Ibn Qayyim menulis tentang Aqsamul
Qur’an. Najmuddin at-Tufi menulis Hujajul Qur’an. Badruddin Zarkasyi
menyusun kitab al-Burhan fi Ulumil Qur’an.
Pada abad
ke-9 H, Jalaluddin al-Bulqini mengarang kitab Mawaqiul Ulumi min Mawaqi’in
Nujumi. Muhammad Ibn Sulaiman al-Kafiaji menulis tentang At-Tafsir
fi Qawaidit Tafsir. Jalaluddin as-Suyuthi menulis kitab At-Tahbir fi
Ulumit Tafsir dan al-Itqan fi Ululmil Qur’an. Setelah lahirnya karya
monumental as-Suyuthi perkembangan ulumul qur’an mengalami kefakuman hingga
abad 13.
Pada abad ke-13 H, perhatian ulama terhadap ulumul
qur’an bangkit kembali seiring dengan kebangkitan perkembangan ilmu-ilmu agama
lainnya.
Lahirnya Istilah Ulumul Qur’an
Terdapat tiga pendapat tentang sejarah lahirnya istilah
ulumul qur’an:
1. Istilah ulumul qur’an digunakan pertama kali pada abad ke-7 H.
2. Menurut al-Zarqani
berpendapat lahirnya istilah ulumul qur’an seiring dengan dikarangnya
kitab al-Burhan fi Ulumil Qur’an karya Ali ibn Ibrahim ibn Sa’id yang
dikenal dengan sebutan al-Hufi. Berdasarkan ini istilah ulumul qur’an lahir
pada abad ke-5 H.
3. Menurut Subhi
as-Salih, orang yang pertama kali menggunakan istilah ulumul qur’an
adalah Ibn al-Mirzaban. Pendapat ini berdasarkan kajiannya tentang
kitab-kitab yang menggunakan istilah ulumul qur’an. Menurutnya yang paling tua
adalah kitab yang dikarang Ibn al-Mirzaban pada abad ke-3 H.
D.
Hikmah Diturunkan Al-Qur'an Secara Berangsur – Angsur
1. Al-Qur'an
diturunkan secara berangsur angsur selama 22 tahun, 2 bulan, 22 hari atau 23
tahun 13 tahun turun di Makkah dan 10 tahun turun di Madinah.
Adapun hikmahnya adalah :
Agar lebih mudah dimengerti dan dilaksanakan. Orang akan enggan melaksanakan suruhan, dan larangan, sekiranya suruhan dan larangan itu sekalgus banyak.
Adapun hikmahnya adalah :
Agar lebih mudah dimengerti dan dilaksanakan. Orang akan enggan melaksanakan suruhan, dan larangan, sekiranya suruhan dan larangan itu sekalgus banyak.
2. Di
antara ayat ayat itu ada yang nasikh dan ada yang mansukh, sesuai dengan
kemaslahatan. Ini tidak dapat dilakukan sekiranya Al-Qur'an diturunkan
sekaligus.( ini menurut pendapat yang mengatakan adanya nasikh dan mansukh ).
3. Turunya
sesuatu ayat sesuai dengan peristiwa peristiwa yang terjadi akan lebih
mengesankan dan lebih berpengaruh di hati.
4. Memudahkan penghafalan. Orang orang musyrik
yang telah menanyakan mengapa Al-Quran tidak diturunkan sekaligus, sebagaimana
tersebut dalam surat Al-Furqon : 32 , yaitu'“Mengapakah al-Qur'an tidak
diturunkan kepadanya sekaligus..?
Kemudian dijawab dalam di dalam ayat itu,
Demikianlah, dengan (cara ) begitu Kami hendak menetapkan hati.”
Kemudian dijawab dalam di dalam ayat itu,
Demikianlah, dengan (cara ) begitu Kami hendak menetapkan hati.”
5.
Di antara ayat ayat ada yang merupakan jawaban daripada
pertanyaan atau penolakan suatu pendapat atau perbuatan, sebagaimana dikatakan
oleh Ibnu Abbas r.a. Hal ini tidak dapat terlaksana kalau Al-Qur'an diturunkan
sekaligus.
E. Sejarah Turunnya
Alqur’an Dan Penulisan
Alqur’an
Hikmah
diwahyukan alqur’an secara berangsur-angsur adalah al-qur’an diturunkan dalam
waktu 22 tahun 2 bulan 22 hari yaitu mulai dari malam 17 romadhan tahun 41 dari
kelahiran nabi sampai 9 dzulhijah haji wada’ tahun 63 dari kelahiran nabi atau
tahun 10 H. Proses turunnya ql-quran melalui 3 tahapan yaitu:
1. Al-qur’an
turun secara sekaligus dari Allah ke lauh mahfuzh yaitu tempat yang merupakan
catatan tentang segala ketentuan dan kepastian Allah. Dalam firmanya “ Bahkan
yang didustakan mereka ialah Al-qur’an yang mulia yang tersimpan dalam lauh
al-mahfuzh (Q.S AL-buruuj :21-22).
2. Al-qur’an diturunkan dari lauh al mahfuzh ke
bait Al-Izzah ( tempat yang berada di langit dunia )
3. Al-qur’an diturunkan dari bait al-Izzah ke
dalam hati nabi melalui malaikat jibril dengan cara berangsur-angsur sesuai dengan
kebutuhan. Adakala satu ayat kadang satu surat.
Disamping hikmah diatas ada hikmah
yang lainnya yaitu:
1.
Memantapkan hati nabi
2.
Menentang dan melemahkan para penentang
Al-qur’an
3. Memudahkan untuk dihafal dan difahami
4.
Mengikuti setiap kejadian yang menyebabkan
turunya ayat-ayat al-qur’an dan melakukan penahapan dalam penetapan syari’at
5.
Membuktikan dengan pasti bahwa
al-qur’an turun dari allah yang maha bijaksana Penulisan al-qur’an pada masa
Abu Bakar termotivasi karena kekwatiran sirnanya al-qur’an dengan syahitnya
beberapa penghapal Al-qur’an pada perang yamamah, Abu bakar melakukan
pengumpulan al-qur’an dengan mengumpulkan al-qur’an yang terpencar-pencar pada
pelepah kurma,kulit,tulang dan sebagainya.
F. Rasm al-Qur'an
1.
Pengertian Rasam al qur'an Rasm
Al-Qur’an atau adalah ilmu yang mempelajari tentang penulisan Mushaf
Al-Qur’an yang dilakukan dengan cara khusus, baik dalam penulisan
lafal-lafalnya maupun bentuk-bentuk huruf yang digunakan. Rasimul Qur’an
dikenal juga dengan sebutan Rasm Al-Utsmani, Khalifah Usman bin
Affan memerintahkan untuk membuat sebuah mushaf Al-Imam, dan membakar semua
mushaf selain mushaf Al-Imam ini karena pada zaman Usman bin Affan kekuasaaan
Islam telah tersebar meliputi daerah-daerah selain Arab yang memiliki sosio-kultur
berbeda. Hal ini menyebabkan percampuran kultur antar daerah. Sehingga
ditakutkan budaya arab murni termasuk di dalamnya cara bacaan menjadi rusak
atau bahkan hilang tergilas budaya dari daerah lainnya. Implikasi yang paling
ditakutkan adalah rusaknya budaya orang arab akan menyebabkan banyak perbedaan
dalam membaca Al-Qur’an.
2.
Pendapat Ulama Tentang Rasam Al
qur'an Hukum dan Kedudukan Rasm Al-Qur’an Jumbur ulama berpendapat bahwa pola
rams Utsmani bersifat tauqifi (bersifat qath'i yaitu perintah/petunjuk dari
Allah dan Rasul) dengan alasan bahwa para penulis wahyu adalah sahabat-sahabat
yang ditunjuk dan dipercayai Nabi saw. Pola penulisan tersebut bukan merupakan
ijtihad para sahabat Nabi, dan para sahabat tidak mungkin melakukan kesepakatan
(ijma) dalam hal-hal yang bertentangan dengan kehendak dan restu Nabi Muhammad
dkk. Sejarah dan Ulumul Al-Qur’an, Jakarta : Pustaka Firdaus. 2000, hal
19.
Terdapat sekelompok ulama berpendapat lain,
bahwa pola penulisan di dalam rams Ustmani tidak bersifat tauqifi, tetapi
taufiqi (hanya ijtihad para sahabat). Tidak pernah ditemukan riyawat Nabi
mengenai ketentuan pola penulisan wahyu. Bahkan sebuah riwayat dikutip oleh
Rajab Farjani : “Sesungguhnya Rasulullah saw, memerintahkan menulis
Al-Qur’an, tetapi tidak memberikan petunjuk teknis penulisannya, dan tidak pula
melarang menulisnya dengan pola-pola tertentu.
G. Muhkam Dan Mutasyabih
1.
Ayat-ayat muhkam adalah ayat yang
maksudnya dapat diketahui dengan gamblang baik melalui ta’wil ataupun tidak
Ayat mutasyabih adalah ayat yang maksudnya dapat diketahui Allah seperti kedatangan kedatangan hari kiamat, kedatangan dajjal.
Hikmah keberadaan ayat mutasabih dalam Al-qur’an adalah:
Ayat mutasyabih adalah ayat yang maksudnya dapat diketahui Allah seperti kedatangan kedatangan hari kiamat, kedatangan dajjal.
Hikmah keberadaan ayat mutasabih dalam Al-qur’an adalah:
2.
Memperlihatkan kelemahan akal manusia.
3.
Teguran bagi orang-orang yang
mengotak atik ayat mutasabih.
4.
Memberikan pemahaman abstrak Illahi kepada
manusia melalui pengalaman inderawi yang biasa disaksikannya.
H.Qiro’at Al-Qur’an
Qiro’at adalah ilmu yng mempelajari cara-cara mengucapkan
kata-kata al-qur’an dan perbedaan-perbedaannya dengan cara menisbatkan kepada
penukilnya.
Macam-macam qiro’at:
Macam-macam qiro’at:
1.
Qiro’at Sab’ah ( Qiro’at tujuh )
adalah imam-imam qiro’at ada tujuh orang, yaitu:
a.‘Abdullah bin Katsir Ad-Dari (w.120 H ) dari Mekkah.
b. Nafi’ bin ‘Abdurrahman bin Abu Na’im (w .169 H ).dari madinah
c. ‘Abdullah Al-yashibi (w.118 H ) dari Syam
d. Abu Amar (w.154 H ) dari Irak
e. Ya’kub (w.205 H ) dari Irak
f. Hamzah (w.188 )
g. ‘Ashim (w.127 H )
a.‘Abdullah bin Katsir Ad-Dari (w.120 H ) dari Mekkah.
b. Nafi’ bin ‘Abdurrahman bin Abu Na’im (w .169 H ).dari madinah
c. ‘Abdullah Al-yashibi (w.118 H ) dari Syam
d. Abu Amar (w.154 H ) dari Irak
e. Ya’kub (w.205 H ) dari Irak
f. Hamzah (w.188 )
g. ‘Ashim (w.127 H )
2.
Qiro’ah Asyiroh adalah qiro’ah
sab’ah ditambah dengan 3 imam yaitu: Abu Ja’far, Ya’kub bin Ishaq, kalaf bin
hisyam
3.
Qiro’ah Arba Asyiroh (qiro’ah empat belas)
yaitu qiro’ah sepuluh ditambah dengan 4 imam yaitu Al-hasan al basri, muhammad
bin abdul rohman,yahya bin mubarok,Abu fajr muhammad bin ahmad.
Dari
segi kualitas qiro’ah dapat dibagi menjadi:
1.
Qiro’ah Mutawwatir yaitu qiro’ah
yang disampakan kelompok orang yang sanatnya tidak berbuat dusta
2.
Qiro’ah Mashur yaitu qiro’ah yang memiliki
sanad sahih dan mutawatir
3.
Qiro’ah ahad yaitu memiliki sanad sahih tapi
menyalahi tulisan mushaf usmani dan kaidah bahasa Arab.
4.
Qiro’ah Maudhu yaitu palsu
5.
Qiroah Syadz Yaitu menyimpang
6.
Qiro’ah yang menyerupai hadist mudroj
(sisipan)
I. Pengertian
Asbabun Nuzul
Secara etimologis asbab al nuzul terdiri dari kata “asbab” (bentuk
pluraldari kata “sabab”) yang mempunyai arti latar belakang, alasan atau
sebab/illat (Almunawwir,1997:602) sedang kata “nuzul” berasal dari kata
“nazala” yang berarti turun (Al munawwir,1997:1409).
Menurut Al-Ghazali “Nuzul” adalah perpindahan sesuatu dari posisi
tertinggi ke posisi yang rendah. Dengan demikian asbab al nuzul adalah suatu
konsep, teori, atau berita tentang sebab-sebab turunnya wahyu tertentu dari
Al-Qur’an kepada nabi Muhammad, baik berupa satu ayat maupun rangkaian ayat.
Para ulama berpendapat bahwa berkaitan dengan latar belakang turunnya,
ayat-ayat Al Qur’an turun dengan dua cara. Pertama, ayat-ayat yang diturunkan
oleh Allah tanpa suatu sebab atau peristiwa tertentu yang melatar belakangi.
Kedua, ayat-ayat yang diturunkan karena dilatarbelakangi oleh peristiwa
tertentu. Berbagai hal yang menjadi sebab turunnya ayat inilah yang kemudian
disebut dengan asbab al-nuzul.
Asbab al-nuzul didefinisikan “sebagai suatu hal yang karenanya
al-qur’an diturunkan untuk menerangkan status hukumnya, pada masa hal itu
terjadi, baik berupa peristiwa maupun pertanyaan”, asbab al-nuzul membahas
kasus-kasus yang menjadi sebab turunnya beberapa ayat al-qur’an. Menurut Hasbi
Ash-shidiqy makna asbab al-nuzul adalah kejdian yang karenanya diturunkan
Al-qur’an untuk menerangkan hukumnya dari hari timbul kejadian-kejadian itu dan
suasana yang didalam suasana itu Al-qur’an di turunkan serta membicarakan sebab
yang tersebut itu, baik diturunkan langsung sesudah terjadi sebab itu, ataupun
kemudian lantaran sesuatu hikmah.
Para ulama’ salaf terdahulu untuk mengemukakan sesuatu mengenai
asbabun nuzul mereka amat berhati-hati, tanpa memiliki pengetahuan yang jelas
mereka tidak berani untuk menafsirkan suatu ayat yang telah diturunkan.
Muhammad bin sirin mengatakan: ketika aku tanyakan kepada ‘ubaidah mengetahui
satu ayat qur’an, dijawab: bertaqwalah kapada allah dan berkatalah yang benar.
Orang-oarang yang mengetahui mengenai apa qur’an itu diturunkan telah
meninggal.
Maksudnya: para sahabat, apabila seorang ulama semacam ibn sirin,
yang termasuk tokoh tabi’in terkemuka sudah demikian berhati-hati dan cermat
mengenai riwayat dan katakata yang menentukan, maka hal itu menunjukkan bahwa
seseorang harus mengetahui benar-benar asbabun nuzul. Oleh sebab itu yang dapat
dijadikan pegangan dalam asbabun nuzul adalah riwayat ucapan-ucapan sahabat yang
bentuknya seperti musnad, yang secara pasti menunjukkan
asbabun nuzul.
1)
Ungkapan asbab-nuzul merupakan
bentuk idhofah dari asbab dan nuzul. Secara etimologi artinya sebab-sebab yang
melatar belakangi terjadinya sesuatu. Menurut Az-zargani Asbabuan-nuzul adalah
sesuatu yang terjadi serta hubungan dengan turunya ayat Al-qur’an yang berfungsi
sebagai penjelas hukum pada saat peristiwa itu terjadi.Menurut Az-zargani
urgensi asbab an-nuzul dalam mmahami Al-qur’an adalah
Membantu dan memahami sekaligus mengatasi ketidak pastian dalam menangkap pesan ayat-ayat Al-qur’an.
Membantu dan memahami sekaligus mengatasi ketidak pastian dalam menangkap pesan ayat-ayat Al-qur’an.
2)
Mengatasi keraguan ayat yang diduga mengandung
pengertian umum
3)
Mengkhususkan hukum yang terkandung dalam ayat
al-qur’an bagi ulama yang berpendapat bahwa yang menjadi pegangan adalah sebab
yang bersifat kusus
4)
Mengidentifikasi pelaku yang menyebabkan
turunnya ayat al-qur’an.
5)
Memudahkan untuk menghapal dan memahami ayat
serta untuk memantapkan wahyu ke dalam hati orang yang mendengarnya.
J.
Munasabah
Al Qur’an
1.
Menurut Manna Al-qathan munasabah
adalah sisi keterikatan antara beberapa ungkapan di dalam satu ayat,atau antar
ayat pada beberapa ayat atau antar surat dalam al-qur’an. As-Suyuti menjelaskan
langkah-langkah yang diperhatikan dalam menemukan munasabah yaitu: Memperhatikan tujuan pembahasan suatu surat
yang menjadi objek pencarian
2.
Memperhatikan uraian ayat-ayat yang sesuai
dengan tujuan yang dibahas dalam surat
3.
Menentukan tingkatan uraian-uraian itu apakah
ada hubungannya atau tidak
4.
Dalam mengambil keputusan,hendaknya
memperhatikan ungkapan-ungkspan dengan benar dan tidak berlebihan
Macam-macam munasabah;
Macam-macam munasabah;
1)
Munasabah antar surat dengan surat
sebelumnya: berfungsi sebagai menyempurnakan surat sebelumnya
2)
Munasabah antara nama surat dan
tujuan turunya
3)
Munasabah antar bagian suatu ayat
4)
Munasabah antar ayat yang letaknya
berdampingan
5)
Munasabah antara suatu kelompok ayat dengan
kelompok ayat disampingnya
6)
Munasabah antara fashilah
(pemisah)dan isi ayat
7)
Munasabah antara awal surat dengan akhir surat
yang sama
8)
Munasabah antara penutup suatu surat
dengan awal surat berikutnya
K.Makiyah Dan Madaniyah
Makkiyah adalah surat-surat yang
turun sebelum adanya hijrah, namun ada beberapa ayat di dalam surat-surat
Madaniyah yang termasuk ayat Makkiyah. Sedangkan Surat-surat Madaniyah adalah
surat-surat yang turuh sesudah adanya hijrah, namun ada beberapa ayat di dalam
surat Makkiyah yang termasuk ayat Madaniyah. Pada umumnya surah-surah Makkiyah
mudah dihafal karena ayat-ayat pendek sedangkat sebaliknya pada surat Madaniyah
ayat-ayatnya terlalu panjang.
Ø Makiyah
ialah ayat – ayat yang diturunkan sebelum Rasulullah hijrah ke Madinah,kendatipun
bukan turun di Mekkah .
Ø Madaniyah
adalah ayat-ayat yang diturunkan sesudah Rasulullah hijrah ke
Madinah,kendatipun bukan turun di madinah.Ayat-ayat yang turun setelah
peristiwa hijrah di sebut Madaniyyah walaupun turun di Mekkah atau Arafah.”
Ciri-ciri spesifik makiyah dan madaniyah
Ciri-ciri spesifik makiyah dan madaniyah
·
Makiyah
1. Di
dalamnya terdapat sajadah
2. Ayat-ayatnya dimulai dengan kalla
3. Dimulai
dengan ya-ayuha an-nas
4. Ayatnya mengandung tema kisah para nabi dan
umat- umat terdahulu
5. Ayatnya berbicara tentang kisah nabi Adam dan
Idris kecuali surat al-baqoroh
6. Ayatnya dimulai dengan huruf terpotong- potong
seperti alif lam mim dan sebagainya
·
Madaniyah
1.
Mengandung ketentuan-ketentuan
faroid dan had
2.
Mengandung sindiran-sindiran terhadap kaum
munafikkecuali surat al-ankabut
3.
Mengandung uraian tentang perdebatan dengan
ahli kitab.
L. I’jaz Al-Qur’an
I'jaz al-Quran adalah satu perkataan yang baru
dalam ilmu perbahasan al-Quran, Semasa mula al-Quran turun ianya tidak
disebut-sebut sebagai i'jaz sekalipun golongan Muslimin terdahulu mengetahui
adanya perkara itu. Sebagaimana kaum Muslimin terdahulu tahu benarnya firman
Allah berkenaan peperangan antara bangsa Rumawi dan Parsi, dan matinya Abu
Jahal dan al-Walid dalam kekufuran.
Iman mereka bertambah dengan sebab
itu tetapi tidak dinamakan lagi sebagai i'jaz. Sedangkan i'jaz yang kita
bincangkan nanti antara fungsinya ialah membenarkan kenabian dan kerasulan
setiap Utusan Allah, meningkatkan keimana mereka yang beriman dan merendahkan
keupayaan dan kesombongan mereka yang kufur.
I'jaz al-Quran adalah salah satu
istilah yang mula dikenali selepas berlalunya 6 kurun dalam kiraan kalendar
Hijrah (Mafhum al-I'jaz al-Quraniy oleh al-Doktor Ahmad Jamal al-'Umari). Ini
disebabkan kalimah عجز yang
digunakan dalam al-Quran membawa kepada tafsirannya dari segi bahasa sahaja
seperti dalam ayat :
Maksudnya : ( Kecuali seorang
perempuan tua (isterinya) yang termasuk dalam golongan yang tinggal )
al-Syu'ara, ayat 171.
Maksudnya :
( Dia (isterinya) berkata, "Sungguh
ajaib, mungkinkah aku akan melahirkan anak padahal aku sudah tua") Hud,
ayat 72.
Maksudnya :
(Qabil berkata, "Oh, celaka
aku! Mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, sehingga aku
dapat menguburkan mayat saudaraku ini" ). al-Maidah, ayat 31.
Ini kerana ianya adalah yang dipetik
dari percakapan orang Arab yang membawa maksud mengisbatkan (menjadikan)
kelemahan. Dan asal kelemahan di sini ialah menahan atau menegah dari melakukan
sesuatu ataupun terkebelakang dari sesuatu perkara tersebut.
Ini dapat dilihat jika dikatakan :
"Dia lemah tentang sesuatu perkara" yakni apabila dia cuba maka dia
menjadi tidak mampu samada kemampuannya terbatas ataupun kesungguhannya tidak
berjaya. Secara kesluruhan dari contoh di atas menunjukkan kelemahan dari
mengadakan sesuatu perkara, ataupun ketinggalan dalam cara menyelesaikan
sesuatu perkara. Maka secara ringkasnya kita dapati i'jaz
Cumanya apabila disebut ilmu, sepertimana yang
diketahui bersama perkataan ilmu itu sendiri menunjukkan sesuatu yang hidup dan
ia terus berkembang dan adakalanya ia boleh mengalami kepupusan atas
sebab-sebab tertentu. Begitu juga dengan ilmu al-Quran ini, ianya terus
berkembang dan berjalan di atas tangan mereka yang mahir dan mengkaji. Begitu
juga dengan semua ilmu yang ada pada hari ini. Kalau dulunya manusia itu hanya
tahu menanak nasi putih, namun sekarang telah lahir pelbagai hidangan nasi yang
beraneka macam kerana ianya sentiasa berjalan di atas tangan mereka yang mahir.
Komputer pertama yang pertama dicipta sebesar setengah padang bola sepak kini
ianya tidak begitu lagi kerana ianya sentiasa berjalan di atas tangan mereka yang
mengkaji.
Atas sebab yang sama juga berlaku
kepada al-Quran yang Maha Mulia ini. Ilmu-ilmu saintifik yang wujud dalam
petikan dan susun kalimah ayat al-Quran mula terbongkar dengan Sains Moden
setelah berbelas abad berlalu. Oleh itu ianya bukanlah suatu perkara yang
terasing dan pelik bahkan kelahiran situasi ini memenangkan lagi al-Quran yang
sememangnya sentiasa menang untuk semua abad, semua tempat dan semua umat.
I'jaz yang ditakrifkan oleh ulama dengan maknanya dari segi istilah syar'iyyah ialah : "Perkara yang mencarik adat yang disertai dengan mencabar, lagi terlepas dari penentangan". Sebab itu kedatangan mukjizat ini melawan norma-norma kebiasaan hidup dan undang-undang adat manusia atas tangan para rasul atau nabi bagi membenarkan dakwah yang dibawa bersama dengan mereka yang menyebabkan manusia ramai tidak mampu melawan mukjizat mereka bahkan menandinginya. Sekiranya ini tidak ada maka para rasul dan nabi terdedah dengan perasaan syak wasangka dari orang ramai.
I'jaz yang ditakrifkan oleh ulama dengan maknanya dari segi istilah syar'iyyah ialah : "Perkara yang mencarik adat yang disertai dengan mencabar, lagi terlepas dari penentangan". Sebab itu kedatangan mukjizat ini melawan norma-norma kebiasaan hidup dan undang-undang adat manusia atas tangan para rasul atau nabi bagi membenarkan dakwah yang dibawa bersama dengan mereka yang menyebabkan manusia ramai tidak mampu melawan mukjizat mereka bahkan menandinginya. Sekiranya ini tidak ada maka para rasul dan nabi terdedah dengan perasaan syak wasangka dari orang ramai.
Dalam al-Quran yang Maha Hebat itu
jika diperhati, tiada menggunakan perkataan معجزاتuntuk memberi makna tersebut. Bahkan
menggunakan perkataan yang berlainan dari beberapa contoh yang berikut :
1.
Unta yang lahir dari sebuah batu
atas lisan Nabi Salih as menggunakan perkataan الآية danالبينة seperti firmanNya :
( قد جاءتكم بينة من ربكم هذه ناقة الله
لكم ءاية )
Maksudnya :
( ..Sesungguhnya telah datang bukti yang nyata kepadamu dari Tuhanmu. Unta betina Allah ini menjadi tanda bagimu..) al-A'raf, ayat 73.
( ..Sesungguhnya telah datang bukti yang nyata kepadamu dari Tuhanmu. Unta betina Allah ini menjadi tanda bagimu..) al-A'raf, ayat 73.
البرهان bagi mukjizat
Nabi Musa as :
( فذانك برهانان من ربك إلى فرعون
وملإئه )
Maksudnya :
(..Maka yang demikian itu adalah dua mukjizat dari Tuhanmu (yang akan kamu hadapkan) kepada fira'un dan pengikutnya..) al-Qosos, ayat 32
(..Maka yang demikian itu adalah dua mukjizat dari Tuhanmu (yang akan kamu hadapkan) kepada fira'un dan pengikutnya..) al-Qosos, ayat 32
2.
Penggunaan السلطان dalam ejekan
kaum kuffar terhadap nabi masing-masing :
( قالوا إن أنتم إلا بشر مثلنا تريدون
أن تصدونا عما كان يعبد آباؤنا فأتونا بسلطان مبين )
Maksudnya :
(..Mereka berkata : "Kamu tidak lain hanyalah manusia biasa seperti kami jua. Kamu berkehendak menghalangi kami sepertimana yang disembah oleh datuk nenek-moyang kami, kerana itu datangkanlah kepada kami bukti yang nyata")
(..Mereka berkata : "Kamu tidak lain hanyalah manusia biasa seperti kami jua. Kamu berkehendak menghalangi kami sepertimana yang disembah oleh datuk nenek-moyang kami, kerana itu datangkanlah kepada kami bukti yang nyata")
Ibrahim, ayat 10. Sidang pengunjung yang dikasihi sekalian,
Sekalipun generasi terdahulu tidak mengenali istilah ini namaun setiap akal
yang sihat tidak dapat menafikan bahawa Kitabullah ini adalah bersifat
melemahkan sehingga tiada manusia yang dapat menandinginya sekaipun sudah
dicabar berkali-kali.
Awal penurunan dahulu kala mencabar
mereka dari aspek bahasa mereka sendiri sekalipun mereka adalah ahli bahasa
yang hebat dan masyhur sehinggakan nukilan-nukilan mereka masih dikaji dan
dipelajari di bilik kuliah bahasa, namun tetap mereka akur akan kelemahan untuk
menandinginya. Sehinggakan al-Nadhar bin al-Harith berlaga kepala dengan kawannya
yang musyrik juga ketika cuba mengintai-mengintai mendengar bacaan suci ayat
al-Quran yang dialunkan oleh umat Islam. Kemudian berjanji tidak akan datang
lagi untuk mendengarnya, namun pada esok harinya berlaga kepala sekali lagi
kerana masing-masing tidak tenteram hati jika berada di rumah tanpa mendengar
kalam suci Tuhan itu terlebih dahulu. Sudahlah mereka tidak dapat menandingi
bahasa al-Quran bahkan tertarik pula dengannya.
Begitu juga, ilmu Sains Moden yang
mula muncul kini pun sudah disebut semenjak seribu tahun setengah yang dahulu
dalam al-Quran. Mengapa tidak ilmu ini dibincangkan oleh Bagida saw kepada umat
ketika itu?Sudah tentulah kita katakan al-Quran datang mencabar mengikut ilmu
yang muncul di sesuatu zaman. Sehinggalah mencabar ilmu yang bakal wujud di
akhir zaman kelak. Al-Syeikh Hussain al-'Asyari pernah menyebut dalam
syarahannya :
"Mengapa umat Islam rata-rata
mereka adalah golongan miskin dan sederhana? Dan mengapa pula golongan Kafir
adalah mereka yang mempunyai harta dan kuasa yang banyak?Inilah kehebatan
al-Quran yang mahu ditonjolkan oleh Pencipta Alam ini. Oleh kerana mereka kaya
mereka boleh mengkaji pelbagai ilmu sehinggakan ke ilmu angkasaraya namun semua
itu akhir sekali telah disebut di dalam al-Quran yang dibaca oleh umat Islam
yang miskin setiap hari".
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Ulumul
qur’an adalah ilmu yang membahas hal-hal yang berhubungan dengan Al-Qur’an,
baik dari aspek keberadaanya sebagai Al-Qur’an maupun aspek pemahaman
kandunganya sebagai pedoman dan petunjuk bagi manusia atau ilmu-ilmu yang
berhubungan dengan berbagai aspek yang terkait dengan keperluan membahas
al-Qur’an.
2. Secara
garis besar Ilmu alQur’an terbagi dua pokok bahasan yaitu :
1.
Ilmu yang berhubungan dengan riwayat
semata-mata, seperti ilmu yang membahas tentang macam-macam qira’at, tempat
turun ayat-ayat Al-Qur’an, waktu-waktu turunnya dan sebab-sebabnya.
2.
Ilmu
yang berhubungan dengan dirayah, yakni ilmu yang diperoleh dengan jalan
penelaahan secara mendalam seperti memahami lafadz yang ghorib (asing) serta
mengetahui makna ayat-ayat yang berhubungan dengan hukum.
3. Qiro’at
adalah ilmu yng mempelajari cara-cara mengucapkan kata-kata al-qur’an dan
perbedaan-perbedaannya dengan cara menisbatkan kepada penukilnya.
4. Rasam
al qur'an adalah ilmu yang mempelajari tentang penulisan Mushaf Al-Qur’an
yang dilakukan dengan cara khusus, baik dalam penulisan lafal-lafalnya maupun
bentuk-bentuk huruf yang digunakan.
5. Munsabah
adalah sisi keterikatan antara beberapa ungkapan di dalam satu ayat,atau antar
ayat pada beberapa ayat atau antar surat dalam al-qur’an.
6. Makkiyah
adalah surat-surat yang turun sebelum adanya hijrah, namun ada beberapa ayat di
dalam surat-surat Madaniyah yang termasuk ayat Makkiyah. Sedangkan Surat-surat
Madaniyah adalah surat-surat yang turuh sesudah adanya hijrah.
7. I'jaz
al-Quran adalah satu perkataan yang baru dalam ilmu perbahasan al-Quran.
8.
Asbab al-nuzul didefinisikan
“sebagai suatu hal yang karenanya al-qur’an diturunkan untuk menerangkan status
hukumnya, pada masa hal itu terjadi, baik berupa peristiwa maupun pertanyaan”,
asbab al-nuzul membahas kasus-kasus yang menjadi sebab turunnya beberapa ayat
al-qur’an. Menurut Hasbi Ash-shidiqy makna asbab al-nuzul adalah kejdian yang
karenanya diturunkan Al-qur’an untuk menerangkan hukumnya dari hari timbul
kejadian-kejadian itu dan suasana yang didalam suasana itu Al-qur’an di
turunkan serta membicarakan sebab yang tersebut itu, baik diturunkan langsung
sesudah terjadi sebab itu, ataupun kemudian lantaran sesuatu hikmah.
B. Saran
Apabila di dalam makalah ini terdapat kekurangan , baik
dalam penulisan ataupun isi dari makalah, maka kami selaku penulis mengharapkan
kritik ataupun saran dari pembaca yang bersifat membangun demi kesempurnaan
makalah ini.