BAB X
PERUBAHAN PERILAKU, KARAKTERISTIK, DAN HUKUM BELAJAR
A.
Perubahan Perilaku
Psikologi sekolah, guru BP/ BK,
atau siapa pun yang berniat membimbing dan mengerahkan aktivitas belajar
individu atau siswa memerlukan pemahaman yang rinci tentang sifat dan proses
pembelajaran. Guru dan instruktur umumnya sangat menguasai banyak keterampilan
yang diperlukan untuk melaksanakan pembelajaran, mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, evaluasi, dan refleksi. Apa yang mereka ajarkan menuntut tingkat
kompetensi dan keterampilan yang tinggi dalam menyajikan materi pelajaran, agar tujuannya bisa dicapai secara ce pat, tepat
dan efisien. Namun demikian, cara atau metode guru atau instruktur mengajar
sangat tergantung pada pemahaman mereka mengenai proses belajar dan kemampuan
untuk menerapkan pemahaman ini.
Belajar terjadi bila muncul perubhan perilaku pada siswa, baik
dalam makna kognitif, afektif, maupun psikomotor. Perubahan perilaku itu sangat
mungkin, bahkan pasti demikian, tidak secara langsung diamati. Perubahan
perilaku sebagai hasil dari interaksi seseorang dengan lingkungannya. Ada atau
tdak aktvitas pembelajaran individu dapat dilihat dar perubahan dalam salah
satu dari lima bidang:
1. Cara mempersepsikan lingkungan;
2. Kemenpuan berpikir atau penalaran;
3. Perilaku fisikal atau keterampilan motorik;
4. Raks emosional atau sikap; dan
5. Visi ke depan.
Aktivitas belajar yang bermakna mengacu pada kelima jenis perubahan
itu, di mana ia terjadi sebagai akibat dari pengalaman yang didapat. Dengan
demikian, belajar tidak dapat di jelaskan secara harfiah, meski kondisi yang
terjadi dapat diidentifikasi. Terjadi atau tidak kondisi itu, tercermin dari
perolehan pengalaman dengan perubahan perilaku sebagai indikatornya. Guru dan
instruktur harus memahami kondisi ini dan menerapkankannya ketika
mengajar.
B.
Karakteristik Proses Belajar
Kegiatan belajar dan pembelajaran tidak berada pada ruang hampa. Aktivitas
in biasanya selalu melibatkan individu, materi atau subtansi, instrument
pendukung, dan lingkungan. Subjek yang terlibat bias siswa, kelompok sswa, guru
dan siswa, sswa dan psikologi sekolah, siswa dan orang tua, atau kombinasi
sebagaian atau keseluruhannya. Dari hasil penelusuran terhadap beberapa
referensi, karakteristik belejar disajkan berikut ini.
1. Belajar sebagai proses bertujuan (purposeful process),
dimana sebagian besar orang atau siswa pasti memilki ide-ide tentang apa yang
mereka ingin capai. Aktivitas mencapainya merupakan bagian dari proses
pembelajaran, apa pun bentuknya. Pembelajaran atau siswa melakukan aktivitas
belajar memiliki tujuan atau tujuan-tujuan tertentu, dengan kadar kesadaran yang
sangat mungkin bervariasi.
Guru
atau instruktur yang evektif mencari cara
menciptakan situasi belajar yang baru untuk memenuhi tujuan siswa atau
peserta pelatihan yang menjalani proses pembelajaran. Motivasi menjadi kekuatan
yang mendorong seseorang kearah pencapaian tujuan-tujuan itu guru dan
instruktur merupakan subjek yang paling efektif untuk mendorong siswa menjalani
proses pembelajaran. Moivasi yang muncul dari guru bisa kuat atau lemah,
tergantung pada situasi atau pembelajar itu sendiri.
2. Belajar sebagai pengalaman internal (internal experience),
di mana guru atau instruktur tidak dapat membelajarkan siswa atau peserta
pelatihan sampai dengan mereka mau belajar. Materi pembelajaran tidak dapat
dituangkan atau dicernakan secara serta-merta kepada siswa atau peserta pelatihan.
Pengalaman internal siswa atau peserta peletih pun menjadi kunci penyerapan
materi baru oleh siswa.
Siswa
hanya dapat belajar dari pengalaman sendiri dan itu terwujud jika dia memiliki
kemauan dan kemanpuan untuk itu. Pengetahuan seseorang adalah hasil dari
pengalaman mereka memahami, serta bereaksi terhadapnya. Tidak ada dua orang
memiliki pengalaman yang sama persis.
Semua
orang belajar berasal dari pengalaman masing-masing, meski sangat mungkin
banyak kemirikannya. Misalnya , dengan latihan berulang-ulang , dalil-dalil,
sejarah perang dunia II, evaluasi manusia, atau prinsip-prinsip koperasi. Pada
sisi lain, siswa atau peserta latihan dapat membuat daftar yang sebenarnya
merupakan bagian dari kehidupan mereka hanya jika mereka memahaminya secara
cukup baik untuk menerapkan ide-ide bahwa materi itu merupakan reprentasi yang
benar dalam situasi nyata.
3. Belajar sebagai proses aktif (active process), dimana oleh
karena belejar hanya muncul melalui pengalaman, pembelajaran atau pelatihan
harus memeungkinkan siswa dan peserta pelatihan dapat secara aktif terlibat
dalam pengalaman itu. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan banyak bentuk.
Belajar dan pembelajaran adalah lebih dar hanya sekedar mengantarkan siswa atau
peserta pelatihan pada de atau keterampilan tertentu.
Demikian pula,
guru atau pelatih tidak dapat dengan aman berasumsi bahwa peserta didik dapat
menerapkan apa yang mereka tahu hanya karena mereka telah mengutip dengan benar
pasal atau ayat dari buku teks. Siswa atau peserta pelatihan harus menjadi
aktif terlibat dalam situasi belajar, tetapi hanya sebatas melibatkan mereka
dalam kegiatan tidak akan cukup. Siswa atau peserta pelatihan harus terlibat
dalam aktifitas yang sesuai dengan kebutuhan dirinya dan pada situasi yang
cocok.
Belajar atau
berlatih keterampilan fisik membutuhkan pengalaman dalam melakukan keterampilan
itu, tidak hanya menerima tuturan lisan. Pada pembelajaram keterampilan, siswa
memang memang benar-benar didorong untuk bisa melakukan sampai dengan capaian
tertentu. Guru atau instruktur harus memahami, bagaimanapun, bahwa kebiasaan
mental selalu gampang ditumbuhkan melalui belajar secara praktik. Pada sisi
lain, sikap individu berkembang atau berubah ketika mereka bereaksi secara
emosional terhadap rangsangan.
4. Belajar bersipat multidimensi (multidimensional), di mana
aktivitas ini dmaksud untuk mengembangkan konsep baru. Debngan kata lain,
adalah mungkin ntuk mempelajari hal-hal lain sambil berkonsentrasi pada satu
atau lebih subyek utama. Aktivitas belajar berefek pada perubahan perilaku.
Efek itu bias langsung dan bias juga sebagai ikutannya. Ketika siswa dilatih
lompat jauh atau bertinju, mereka tidak hanya berkonsentrasi pada focus
pelatihan, melainkan juga memikirkan bagaimana bertindak secara aman dan
mencapai prestasi terbaik.
5. Belajar merupakan proses individual (individual process),
dimana semua siswa atau peserta pelatihan tidak belajar pada tingkat yang sama.
Mereka bisa saja, dan ini yang paling umum terjadi, mengikuti pembelajaran
dalam kelompok yang relative besar. Namun demikian, perolehan belajar bersifat
individual. Guru atau instruktur baru cenderung kecewa ketika mereka menemukan
kenyataan, bahwa pelejaran yang telah direncanakan sedemikian rupa juga tidak
memungkingkan mereka mengajar semua siswa atau pesrta pelatihan dengan
efektivitas yang sama. Mereka segera memahami dan mengakui hal ini sebagai
masalah alami dan dapat diprediksi, karena jarang siswa atau peserta pelatihan
belajar pada tingkat yang sama.
Perbedaan tingkat capaian pembelajaran itu sisebabkan oleh
perbedaan kecerdasan, latar belakang, pengalaman, kepentingan, keinginan untuk
belajar, masalah psikologis, faktor fisik, kondisi emosional, dan lain-lain.
Guru dan instruktur harus mengakui perbedaan-perbedaan dalam menentukan jumlah
materi subyek pembelajaran, kapasitas peserta dalam memahami materi, dan waktu
yang tepat untuk mengajarkannya.
Di sekolah, guru harus memahami benar perbedaan kemampuan siswa
untuk kemudian mendesain perencanaan, pelakasanaan, dan evaluasi hasil belajar.
Layanan kepada siswapun harus dipertimbangkan secara baik oleh guru, agar
perbedaan individual mereka dapat dilayani. Guru harus mengidentifikasi
area-area siswanya yang lemah, menjadikan kelemahan itu sebagai focus
pembenahan, dan menunjukan kepada siswa bagaimana memperbaikinya.
Guru tentu sangat beruntung jika memiliki sebagian besar siswa yang
kemampuannyadan keterampilannya menonjol. Siswa semacam ini dapat digunakan
untuk membantu kawan-kawanya selama pembelajaran melalui bimbingan sejawat. Di
sini, guru akan memperoleh dua keuntungan.pertama, dia dapat dengan
mudah mengajar siswanya yang menonjol. Kedua, dia memperoleh keuntungan,
karena anak-anak yang menonjol itu dapat menularkan kemampuan dan keterampilan
mereka kepada sejawatnya.
C.
Hukum Belajar
Seperti halnya
kehidupan pada umumnya dan ilmu-ilmu keras lain yang taat asas pada
hukum-hukum, belajar pun memiliki hukum, yang disebut dengan hukum belajar.
Hukum belajar bersumber dari pembelajaran itu sendiri, baik siswa maupun guru.
lingkungan belajarpun memiliki hukum belajar.Pada awal tahun 1990-an, Edward L
Thondike mempostulasi “hukum belajar”(
law of learning) yang tampaknya berlaku umum dalam proses menemukan banyak
bukti bahwa belajar memang lebih kompleks daripada hukum yang diidentifikasi
selama ini. Namun “hukum” itu tidak memberikan guru atau instruktur dengan
wawasan dalam proses pembelajaran yang akan membantu menyediakan pengalaman
yang berharga untuk peserta didik atau peserta pelatihan.
Hukum-hukum belajar yang berkembang
pada era setelah Thorndike tidak selalu sama dengan pertama kali dinyatakannya.
selama bertahun-tahun hukum belajar itu telah ditambah dan dikembangkan. Namun
pada konsepsi yang mereka telah kembangkan itu memiliki kaitan erat satu sama
lain, semua terfokus pada bagaimana belajar itu dilihat dari multi perspektif.
Untuk pertama kalinyahukum belajat yang diidentifikasi menjadi tiga, yaitu:
“hukum kesiapan”, “hukum Latihan”, dan “hukum efek”. Dari ketiga hukum ini
hukum efeklah yang paling terkenal dan masih berlaku umum sampai sekarang.
Satu hukum
belajar hanya menjelaskan satu sisipan dan bagaimana belajar itu terjadi.
Seperti apa pun akan melakukan tindakan relatif dalam kerangka pembelajaran dan
proses belajar. Tidak ada cara belajar yang berpijak pada hokum tunggal.
Kombinasi kegatan yang terjadi pada saat yang sama justru akan membuat pengalaman
yang lengkap. Beberapa hukum belajar dimaksud disajikan berikut ini.
1.
Hukum
kesiapan atau Law of Readiness. Hukum kesiapan
berarti orang bias belajar ketika siap secara fisik dan mental untuk menerima
rangsangan, dengan atau tidak perlu penyesuaian awal. Siswa dapat belajar
dengan baik ketika mereka benar-benar siap untuk belajar. Siswa tidak akan
belajar banyak, jika mereka tidak melihat alas an untuk belajar.
Apersepsi atau mereview materi sebelumya sebelum memasuki materi
pelajaran baru merupakan bagian integral
dari usaha untuk membuat siswa benar-benar siap menerima kelas. Di bidang
olahraga , pemanasan (warming up) menjadi penting untuk membentuk
kesiapan itu. Ketika siswa atau peserta pelatihan sudah siap belajar atau
menerima perlakuan , baik fisik maupun intelektual, mereka lebih bersedia
berpartisipasi dalam proses belajar.
Kondisi ini lebih menyederhanakan tugas guru atau instruktur,
sekaligus memperkecil resiko kepercumaan atau kegagalan. Kelelahan fisik,
masalah pribadi, kondisi lingkungan yang buruk merupakan faktor yang akan
menentukan ketidakpastian siswa menerima pelajaran.
2.
Hukum
ltihan atau Law of Exercise. Hukum latihan menekankan pada gagasan atau
realitas bahwa pengulangan pada materi atau kegiatan tertentu merupakan dasar
bagi perkembangan respon yang memadai selama dan setelah kegiatan belajar.
Materi atau kegiatan yang sering kali berulang atau berulang secara frekuensial
akan mudah diingat. Hasil penelitian membuktikan bahwa jika seseorang mengulagi
materi yang diajarkan sebelumnya dalam waktu 24 jam, dia menghabiskan 10 menit
belajar akan menaikkan kurva hampir menjadi 100 persen lagi. Hri ke-7 hanya
membutuhkan waktu 5 menit untuk “mengaktifkan” materi yang sama. Hari 30, otak
hanya perlu waktu 2-4 menit untuk memberikan umpan balik. Jika tidak perna
belajar sama sekali, pada hari ke-30 diperlukan waktu 40-50 menit untuk
mengingatkan materi kembali keposisi normal.
Pikiran jarang bisa mengingat konsep konsep atau praktik baru
setelah penyinaran tunggal, setiap kali dipraktikkan, belajar terus dan
diberlakukan. Guru atau instruktur menghimbau siswa agar mengulagi tugas.,
melakukan gerakan manual atau aplikasi fisik ulang dan sebagainya.
3.
Hukum
efek atau law of
Effect. Hukum efek
melibatkan reaksi emosional siswa atau peserta pelatihan. Aktiftas belajar
siswa di asumsikan selalu akan jauh lebih efektif jika muncul rasa puas,
kesedapan atau hadiah menyertai setiap hasil yang dicapai dari hasil yang
dicapai dari proses belajar. Belajar menjadi diperkuat jika disertai dengan
perasaan menyenangkan atau memuaskan. Sebaliknya, hal itu akan melemah ketika
dikaitkan dengan pengalaman yang tidak menyenangkan. Hukum efek ini banyak
diinspirasikan oleh aliran behavioris yang menekankan pada konsep stimulus –
respon (S - R), meski kegiatan pembelajaran tidak harus selalu dimaknai
hubungan mekanistik semacam itu.
Pengalaman siswa atau peserta pelatihan yang menghasilkan perasaan
kalah, frustasi, kemarahan, atau kebingungan selama proses pendidikan ataub
pelatihan menjadi kontraproduktif. Karena itu, guru harus ekstra hati-hati
dalam menerapkan motivasi negative. Namun yang lebih utama adalah kemampuan
mereka memahami dan memecahkan masalah-masalah itu.
4.
Hukum keutamaan atau Law of Primacy. Hukum
keutamaan ini menyatakan bahwa pernyataan atau gagasan besar yang sering
menciptakan kesan yang kuat, hampir pasti tidak tergoyahkan. Dalam bahasa
sehari-hari orang mengatakan: kesan pertama sangat penting. Sangat mungkin
inilah yang disebut dengan advance organizer atau pengorganisasi utama
dari pikiran yang harus dikedepankan.
Guru bukanlah pekerjaan dengan penghasilan yang menggiurkan,
mungkin juga belum menjadi profesi terhormat di masyarakat. Karena itu,
kejujuran harus menjadi kekayaan utama guru. guru akan mengalami kesulitan
melanjutkan pengajaran, jika mengawali dengan kesalahan. Karenanya dia harus
mengajarkan materi yang benar sejak awal pengajaran. Guru atau instruktur harus
memiliki pengalaman yang positif dan fungsional.
5.
Hukum
intensitas atau Law of Intensity. Hukum intensitas menyatakan bahwa jika
“rangsangan atau pengalaman” benar-benar nyata, mungkin jumlahnya lebih banyak
akan menjadi factor perubahan perilaku yang lebih baik. Menurut hukum ini,
menjadi jelas menarik atau dramatis pengalaman belajar dan mengajar yang lebih
dari satu, karena pengalaman rutin menimbulkan kebosanan.
Seorang siswa atau peserta pelatihan akan lebih belajar banyak dari
hal yang nyata dengan sajian yang berfariasi ketimbang cara-cara yang menonton.
Guru atau pelatih, sangat mementingkan metode ceramah dibandingkan dengan
metode yang lain, tapi akan terasa membosankan. Karena itu, demontrasi
sandiwara, model berbuat, dan lain-lain banyak manfaatnya untuk menigkatkan
pengalaman belajar daei siswa atau peserta pelatihan.
6.
Hukum
kebaruan atau Law of Recency. Hukum kebaruan menyatakan bahwa hal yang
paling baru dari aktifitas dan materi belajar yang terbaik diingat, sementara
hal-hal yang dipelajari beberapa waktu lalu, jauh lebih sulit mengingatnya.
Kadang- kadang, misalnya, begitu mudah mengingat nomor telepon yang diputar
beberapa menit yang lalu, tetapi sebaliknya biasanya sangat sulit untuk
mengingat nomor telepon keluar yang diputar seminggu yang lalu. Oleh karena
itu, melakukan reviu, menjelaskan sekilas, menanyakan ulang, dan sebagainya
dari substansi yang pernah disampiakan sebelumnya apalagi menunya hampir serupa
dengan yang akan disampaikan pada “sesi sekarang”, akan membuat kinerja guru
atau pelatih lebih efektif. Ini juga bemakna, mempraktikan keterampilan atau
konsep baru saja sebelum menggunakannya akan menjamin kinerja yang lebih
efektf.
Dengan demikian, ketika teori dipelajari, sebaiknya segera
dipraktikkan. Guru atau instruktur dituntut mengulang, menyatakankembali, atau
menekankan kembali hal-hal penting pada akhir pelajaran untuk memastikan bahwa
siswa atau peserta pelatihan mengingatnya buka sebagai rincian yang rambang.
D.
Hukum Belajar Pelajar Dewasa
Kebanyakan subjek yang ada di muka bumi tunduk pada
hukumnya, baik hukum alam atau hukum buatan. Konon, ular atau lipan tidak
pernah akan mematuk atau menggigit manusia, kecuali dalam keadaan konfrontatif.
Di daerah tertentu, harimau puluhan tahun tidak pernah diberitakan menerkam
manusia, jauh sebelum habitatnya diganggu. Kerbau atau sap liar pun biasa
menjadi penarik pedati, ketika berhasil dijinakkan dan dilati secara tekun oleh
manusia. Ini merupakan dari contoh hukum alam. Dalam belajar, manusia dewasa
pun tunduk pada hukumnya, yaitu hukum belajar itu sendiri. Dari berbagai situs
internet terungkap mengenai hukum belajar yang konon berlaku untuk orang atau
pelajar dewasa.
1.
Hukum pengalaman sebelumnya atau law of
previous experience. Pembwlajaran atau aktivitas belajar baru harus
dikaitkan dengan dan dibangun dari pengalaman pelajar (new learning should
be linked to (and build upon) the experiences of the learner). Di sini,
guru atau instruktur harus memahami pemahaman awal (entry level) yang
dimiliki o;eh siswa atau warga belajar.sswa atau orang dewasa pada umumnya
membawa berbagai pengalaman ketika dia memasuki sesi pembelajara atau
pelatihan. Kegiatan perlu didesain untuk
memastikan kemudahan penyesuaian materi menurut tingkat masukan yang dmiliki
oleh siswa atau peserta pelatihan agar mereka lebih mudah menggabungkannya
dengan pengalaman baru yang relevan.
2.
Hukum relevansi atau law of relevance.
Belajar yang efektif adalah pembelajaran yang relefan dengan kehidupan dan pekerjaan
yang dimasuki oleh pesrta didik setelah memasuki dunia kerja (effective
learning is relevant to the learner’s life and work). Gunakan simulasi dan
bermain peran (role-play )untuk meningkatkan hubungan antara situasi
belajar dengan dunia nyata. Setelah kegiatan pelatihan, ajaklah peserta
membahas strategi untuk menerapkan apa yang mereka pelajari dalam permainan
dengan konteks dunia nyata mereka.
3.
Hukum arah-diri atau law self-direction.
Kebanyakan orang dewasa mengarahkan diri sendri untuk belajar atau menjadi
pelajar sebagai pengaruh pengarah-diri sendiri dalam rangka melakukan perbuatan
belajar (most adults are self-directed). Jaangan memaksa semua orang
dewasa untuk berpartisipasi dalam setiap kegiatan belajar.
Orang dewasa lebih dominan belajar karena kemauannya sendiri.
Disekolah pun, banyakn siswa yang belajar dengan caranya sendiri. Banyak juga
siswa yang melakukan prakarsa diri untuk belajar tekun, tanpa diperinta oleh
guru dan diawasi oleh orang tuanya. Iodealnya, guru atau instruktur melibatkan
pesreta dalam menetapkan tujuan dan memilih jenis pelatihan yang sesuai dengan
kegiatan pembelajaran yang dikehendaki.
4.
Hukum harapan atau law of expectaton.
Reaksi pesrta didik terhadap semua sesi pelathan dibentuk oleh harapan mereka
dalm kaitannya dengan konten mata pelajaran, format pelatihan, peserta dan
pelatih tau guru (learner’s reaction to a training session is shaaped by their
expectations related to the content area, training format, fellow participants,
and the trainer). Sangat mungkin beberapa peserta didik cemas mempelajari
konsep matematika dan keterampilan.
Dorong mereka dengan teka-teki yang menarik dan teknik yang cocok.
Pelajar lain yang merasa tidak nyaman yang membuat bodoh dirinya sendiri di
depan umum, karena bermain game saat giurunya mengajar. Siswa akan sangat
bersemangat jika materi sajian atau bahan pelatihan cocok dengan harapan
mereka.
5.
Hukum citra dari (peserta didik) atau law of
self-image. Orang atau siswa dewasa memiliki pencitraan tertentu tentang
dirinya sendiri atau tipe jenis apa dirinya (adilt learners have definite
notions about what type of learners they are). Gagasan ini memang bisa
menggangu atau meningkatkan kemampuan belajar mereka. Yakinkan para peserta
tentang kemampuan mereka untuk mempelajari konsep- konsep dan keterampilan
baru. Guru atau instruktur harus memotivasi mereka untuk mencoba dan memastikan
tugas-tugas yang menantang. Awal dari kesuksesan bermula dari mengerjakan tugas
awal yang sederhana dan dengan langkah-langkah kecil dalam mencapai kemajuan.
Namun, hindari menggurui meski dengan cara sederhana. Ini sepertianya tugas
sepele. Kemampuan menggabungkan tugas-tugas belajar dengan pariasi tingkat
kesulitan menjadi pentng bagi guru.
6.
Hukum kriteria ganda (peserta didik) atau law
of multiple critera. Siswa atau dewasa menggunakan berbagai standar untuk
menilai pengalaman belajar dan prestasi mereka (adult learners use a variety
standards to judge their learning axperiences and acommplishments).
Mendorong peserta untuk memilki standar pribadi dan sistem penilaian, merupakan
tugas penting bagi guru atau
instruktur. Merekapun harus menyediakan cara yang berbeda agar siswa atau
peserta didiknya menjadi “menang” dalam setiap kegiatan. Dalam simulasi peran
dan drama, skor tetap berbeda terkait dengan kriteria. Selama tanya jawab,
perlu membahas kriteria dalam alternatif untuk mengukur kinerja peserta.
7.
Hukum penyelarasan atau law of aligment.
Pembelajaran dewasa membutuhkan tujuan pelatihan, konten, kegiatan, dan teknik
penlaian agar selaras dengan mereka satu sama lain (adult learners require
the training objective, content, activities, and assessment techniques to be
aligned to each other). Menciptakan pelatihan yang mirip dengan situasi
pekerjaan merupakan tugas instruktur yang penting. Guru atau instruktur
mengajar dan menguji konten yang sama dengan menggunakan strategi yang sama.
Pastkan bahwa sistem skoring yang digunakan dalam kegiatan pelatihan terkait
langsung dengan manfaat, penguasaan, dan tujuan pelatihan.
E. Hukum Belajar Untuk Semua Orang
1.
Hukum pembelajaran aktif atau law of active
learning.belajar dengan cara aktif, termasuk aktif dalam memberikan
tanggapan, membuahkan hasil yang lebih efektif yang dibandingkan dengan
mendengarkan atau membaca secara pasif. Menyelingi kuliah dan tugas-belajar
membaca dengan episode aktif seperti kuis dan teka-teki, memberi nilai tambah
yang baik. Memberikan kesempatan luas kepada peserta untuk menanggapi dan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan, mendorong mereka bertanya, menjawab
pertanyaan mereka, dan mempertanyakan jawaban mereka sangat esensial bagi
pembelajaran yang efektif.
2.
Hukum praktik dan umpan balik atau law of
practice and feedback. Para pelajar tidak dapat menguasai keterampilan
tampa peraktik yang diulang-ulang dan umpan balik yang relevan. Jangn bingung
dan keliru memahami prisodur dikaitkan dengan kemanpuan kemanpuan untuk
melakukannya. Guru atau instruktur dituntut menginvestaskan waktu yang cukup
dalam melakukan aktivitas yang memberikan latihan ulang dan umpang
balik.pastikan bahwa kegiatan pelatihan dilakukan secara baik dan menjadikan umpan
balik yang berguna sesegera mungkin, khususnya masukan dari rekan-rekan dan
para pakar. Gunakan skala nilai, daftar, dan perangkat lain untuk memastikan
bahwa umpan balik yang ada benar-benar objektif dan berguna.
3.
Hukum perbedaan individu atau law of
individual differences. Orang yang berbeda belajar dengan cara yang berbeda
pula. Guru dan instruktur harus menggunakan kegiatan pelatihan yang
mengakomodasi berbagai gaya belajar siswa atau pesrta didik. Pastikan bahwa
peserta didik dapat menaggapi dengan menulis, berbicara, menggambar, atau
menunjukkan hasil. Guru atau instruktur mendorong dan mengizinkan pesrta didik
untuk belajar secara ndividual, berpasangan, dan dalam tim.
4.
Hukum domain belajar atau law of learning
domains. Berbagai jenis pembelajaran memerlukan strategi yang berbeda jenis
dari guru atau instruktur. Siawa atau peserta pelatihan harus belajar mengenali
berbagai jenis isi dan tujuan pelatihan. Guru atau instruktur jangan
menggunakan jenis kegiatan yang sama untuk mengajar pada berbagai jenis pelatihan
atau ses kelas. Mereka harus menggunakan desain pembelajaran yang cocok untuk
membantu peserta didik mencapai tujuan pendidikan atau pelatihan yang berbeda
terkat dengan konsep, prosodur, dan
orinsip-prinsip.
5.
Hukum tingkat respon atau law of response
level. Guru atau instruktur harus mengetahui jenis pengetahuan dan
keterampilan pada tingkat mana yang dmintakan kepada siswa atau peserta
pelatihan untuk direspon selama proses pembelajaran. Jika kegiatan pelatihan
membutuhkan peserta didik hanya bicara tentang prosodur, jangan menganggap
bahwa mereka akan dapat menerapkannya di tempat kerja. Jka guru atau instruktur
ingin peserta didik ingin memecahkan masalah-masalah ditempat kerja, selama
kegiatan pembelajaran guru atau instruktur harus meminta mereka memecahkan
masalah yang dihadapinya. Hindari pernyataan tertutup dengan jawaban-memori
hafalan yang sepele selama permainan dalam pelatihan. Tentang peserta debngan
permasalahan-permasalahan otentik yang membutuhkan solusi inovatif.
6.
Hukum
penguatan atau law of reinforcement. Peserta didik yang mencapai
prestasi tertntu harus diberi penguatan. Namun demikian, niatkan bahwa deraan
untuk perilaku yang buruk dimaksudkan untuk melakukan perbaikan. Karena itu,
guru harus merangsang peserta didik yang dibawah standar sekalipun untuk
mengaktivasi potensinya. Berikan apresiasi sejak awal pelatihan dimulai, bahkan
penghargaan penghargaan kecil selama pembelajaran berlangsung.
7.
Hukum
pembelajaran emosional atau law of emotional learning. Acara
pembelajaran yang disertai dengan emosi kuat mengakibatkan tahan belajar lama.
Guru atau instruktur dituntut mampu melaksakan kegiatan pendidikan atau
pelatihan permainan , simulasi, dan memainkan peran yang menambah unsure
emosional selama kegiatan belajar. Berikanlah arahan kecil kepada peserta
setelah kegiatan pembelajaran agar mereka secara emotional dapat merenungkan
perasaan dan belajar dari reaksi mereka sendiri.
Stilletto Titanium Hammer
BalasHapus2020 model 3 fallout 76 black titanium with stainless steel handle, 2-pole slot, and buy metal online 2-pole spinning disk slots for easy slots. titanium drill bits 2020 nano titanium babyliss pro model titanium bar 3 with stainless steel handle, 2-pole slot, and 2-pole spinning disk slots